Latest Post

Tampilkan postingan dengan label Agama Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Agama Islam. Tampilkan semua postingan

PERBEDAAN AIR MANI DAN MADZI PADA ANAK ADAM (LAKI-LAKI)

Written By Khoir Black on Senin, 09 Maret 2015 | 00.56.00




Mengetahui hal ini adalah hal yang sangat penting, khususnya perbedaan antara mani dan madzi, karena masih banyak di kalangan kaum Muslimin yang belum bisa membedakan antara keduanya. Yang karena ketidaktahuan mereka akan perbedaannya menyebabkan mereka ditimpa oleh fitnah was-was dan dipermainkan oleh setan. Sehingga tidaklah ada cairan yang keluar dari kemaluannya (kecuali kencing dan wadi) yang membuatnya ragu-ragu kecuali dia langsung mandi, padahal boleh jadi dia hanyalah madzi dan bukan mani.
Sudah dimaklumi bahwa yang menyebabkan mandi hanyalah mani, sementara madzi cukup dicuci lalu berwudhu dan tidak perlu mandi untuk menghilangkan hadatsnya.
Karenanya berikut definisi dari keempat cairan yang keluar dari kemaluan kita, yang dari definisi tersebut bisa dipetik sisi perbedaan:

1. Kencing: Masyhur sehingga tidak perlu dijelaskan, dan dia najis berdasarkan Al-Qur`an, Sunnah, dan ijma’.
2. Wadi: Cairan tebal berwarna putih yang keluar setelah kencing atau setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan, misalnya berolahraga berat. Wadi adalah najis berdasarkan kesepakatan para ulama sehingga dia wajib untuk dicuci. Dia juga merupakan pembatal wudhu sebagaimana kencing dan madzi.
3. Madzi: Cairan tipis dan lengket, yang keluar ketika munculnya syahwat, baik ketika bermesraan dengan wanita, saat pendahuluan sebelum jima’, atau melihat dan mengkhayal sesuatu yang mengarah kepada jima’. Keluarnya tidak terpancar dan tubuh tidak menjadi lelah setelah mengeluarkannya. Terkadang keluarnya tidak terasa. Dia juga najis berdasarkan kesepakatan para ulama berdasarkan hadits Ali yang akan datang dimana beliau memerintahkan untuk mencucinya.
4. Mani: Cairan tebal yang baunya seperti adonan tepung (asam), keluar dengan terpancar sehingga terasa keluarnya, keluar ketika jima’ atau ihtilam (mimpi jima’) atau onani—wal ‘iyadzu billah—dan tubuh akan terasa lelah setelah mengeluarkannya.
Berhubung kencing dan wadi sudah jelas kapan waktu keluarnya sehingga mudah dikenali, maka berikut kesimpulan perbedaan antara mani dan madzi:

  1. Madzi adalah najis berdasarkan ijma’, sementara mani adalah suci menurut pendapat yang paling kuat.
  2. Madzi adalah hadats ashghar yang cukup dihilangkan dengan wudhu, sementara mani adalah hadats akbar yang hanya bisa dihilangkan dengan mandi junub.
  3. Cairan madzi lebih tipis dibandingkan mani.
  4. Mani berbau, sementara madzi tidak (yakni baunya normal).
  5. Mani keluarnya terpancar, berbeda halnya dengan madzi. Allah Ta’ala berfirman tentang manusia, “Dia diciptakan dari air yang terpancar.” (QS. Ath-Thariq: 6)
  6. Mani terasa keluarnya, sementara keluarnya madzi kadang terasa dan kadang tidak terasa.
  7. Waktu keluar antara keduanyapun berbeda sebagaimana di atas.
  8. Tubuh akan melemah atau lelah setelah keluarnya mani, dan tidak demikian jika yang keluar adalah madzi.

Karenanya jika seseorang bangun di pagi hari dalam keadaan mendapatkan ada cairan di celananya, maka hendaknya dia perhatikan ciri-ciri cairan tersebut, berdasarkan keterangan di atas. Jika itu air mani, maka diharuskan mandi, tapi jika hanya madzi maka hendaknya dia cukup mencuci kemaluannya dan berwudhu. Berdasarkan hadits Ali -radhiallahu anhu- bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda tentang orang yang mengeluarkan madzi: “Cucilah kemaluanmu dan berwudhulah kamu,” (HR. Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303).

Sumber: Islam Pos



SATU GEREJA MASUK ISLAM (Versi Abdul Khair Tarigan)

Written By Khoir Black on Senin, 05 Januari 2015 | 00.17.00

19 Pertanyaan Ini Membuat Pendeta dan Jemaatnya Masuk Islam di Gereja


Pagi itu, sang pendeta telah berdiri untuk memberikan khotbah. Namun, melihat ada seorang pemuda yang memiliki tanda khusus hadir di gerejanya, sang pendeta menahan khotbahnya.

“Aku tidak akan memberikan khotbah kepada kalian, karena diantara kalian ada umatnya Muhammad,” kalimat pertama pendeta itu bagaikan petir di siang bolong. Sebagian jemaat gereja melihat kanan dan kiri, siapa orang yang dimaksud pendeta.
“Bagaimana pendeta mengetahuinya?” tanya seorang jema’at.
“Karena umat Muhammad memiliki tanda khusus di jidatnya, yakni bekas sujud”

Sang pemuda yang dimaksud kemudian berdiri hendak pergi. Namun, tantangan sang pendeta membuat langkahnya terhenti. “Wahai orang muslim, aku akan bertanya kepadamu. Jika kamu bisa menjawab pertanyaanku maka aku akan masuk Islam;

Pertanyaan pertama: Siapakah yang satu dan tidak ada duanya?

Pertanyaan kedua: Apa sesuatu yang dua dan tidak ada ketiganya?

Pertanyaan ketiga: Apa sesuatu yang tiga dan tidak ada keempatnya?

Pertanyaan keempat: Apa sesuatu yang empat dan tidak ada kelimanya?

Pertanyaan kelima: Apa sesuatu yang lima dan tidak ada keenamnya?

Pertanyaan keenam: Apa sesuatu yang enam dan tidak ada ketujuhnya?

Pertanyaan ketujuh: Apa sesuatu yang tujuh dan tidak ada kedelapannya?

Pertanyaan kedelapan: Apa sesuatu yang delapan dan tidak ada kesembilannya?

Pertanyaan kesembilan: Apa sesuatu yang sembilan dan tidak ada kesepuluhnya?

Pertanyaan kesepuluh: Apa sesuatu yang sepuluh dan tidak ada kesebelasnya?

Pertanyaan kesebelas: Apa sesuatu yang sebelas dan tidak ada kedua belasnya?

Pertanyaan kedua belas: Apa sesuatu yang dua belas dan tidak ada ketiga belasnya?

Pertanyaan ketiga belas: Apa sesuatu yang tiga belas dan tidak ada keempat belasnya?

Pertanyaan keempat belas: Siapakah makhluk yang diciptakan Allah, tetapi Allah mencelanya?

Pertanyaan kelima belas: Siapakah makhluk yang diciptakan Allah, tetapi Allah menganggapnya besar?

Pertanyaan keenam belas: Apa sesuatu yang bisa bernafas padahal tidak memiliki ruh?

Pertanyaan ketujuh belas: Siapakah orang yang dapat berjalan di dalam kuburnya?

Pertanyaan kedelapan belas: Pohon apakah yang terdiri dari 12 dahan, setiap dahannya terdiri dari 30 daun, dan setiap daunnya terdiri dari lima buah?

Pertanyaan kesembilan belas: Apa kunci surga?”

Pemuda yang di malam harinya bermimpi didatangi seseorang yang menyuruhnya pergi ke gereja untuk membela Nabi itu kemudian menjawab pertanyaan sang pendeta.

“Jawaban pertanyaan pertama: Dzat yang satu dan tidak ada duanya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jwaban pertanyaan kedua: sesuatu yang dua dan tidak ada ketiganya adalah siang dan malam, sebagaimana firman Allah ‘Kami menjadikan siang dan malam sebagai dua tanda’ (QS. Al Isra’ : 12)

Jawaban pertanyaan ketiga: sesuatu yang tiga dan tidak ada keempatnya adalah pertanyaan Nabi Musa kepada tukang sayur.

Jawaban pertanyaan keempat: sesuatu yang empat dan tidak ada kelimanya adalah kitab samawi. Yakni Zabur, Taurat, Injil dan Al Qur’an.

Jawaban pertanyaan kelima: sesuatu yang lima dan tidak ada keenamnya adalah shalat lima waktu.

Jawaban pertanyaan keenam: sesuatu yang enam dan tidak ada ketujuhnya adalah masa Allah menciptakan langit dan bumi. Sebagaimana firmanNya: ‘Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan’ (QS. Qaf : 38)”

Tiba-tiba sang pendeta menyela, “Mengapa Tuhanmu berkata ‘dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan’?”

“Karena orang Yahudi berkeyanikan bahwa Allah menciptakan langit, bumi dan isinya selama enam hari. Kemudian Allah kelelahan dan beristirahat di hari yang ketujuh. Oleh karena itu Allah berfirman ‘dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan’

Jawaban pertanyaan ketujuh: sesuatu yang tujuh dan tidak ada kedelapannya adalah langit. ‘Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah menciptakan tujuh langit yang bertingkat-tingkat? (QS. Nuh : 15)

Jawaban pertanyaan kedelapan: sesuatu yang delapan dan tidak ada kesembilannya adalah mereka yang memikul arsy. Sebagaimana firman Allah, ‘Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit, dan pada hari itu delapan malaikat menjunjung Arsy Tuhanmu di atas kepala mereka’ (QS. Al Haqqah : 17)

Jawaban pertanyaan kesembilan: sesuatu yang sembilan dan tidak ada kesepuluhnya adalah mukjizat Nabi Musa. Sebagaimana firman Allah ’Dan sesungguhnya Kami telah memberikan sembilan mukjizat yang nyata kepada Musa’ (QS. Al Isra’ : 101)

Jawaban pertanyaan kesepuluh: sesuatu yang sepuluh dan tidak ada kesebelasnya adalah pahala orang yang melakukan kebaikan. Dia akan mendapatkan sepuluh kebaikan.

Jawaban kesebelas: sesuatu yang sebelas dan tidak ada kedua belasnya adalah saudara-saudara Nabi Musa.

Jawaban pertanyaan kedua belas: sesuatu yang dua belas dan tidak ada ketiga belasnya adalah terpecahnya batu.

Jawaban pertanyaan ketiga belas: sesuatu yang tiga belas dan tidak ada keempat belasnya adalah saudara-saudara Nabi Yusuf dan kedua orang tuanya.

Jawaban pertanyaan keempat belas: makhluk yang diciptakan Allah, tetapi Allah mencelanya adalah suara keledai. ’Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai’ (QS. Luqman : 19)

Jawaban pertanyaan kelima belas: makhluk yang diciptakan Allah, tetapi Allah menyebutnya besar adalah tipu daya wanita. ‘Sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar’ (QS. Yusuf : 28)

Jawaban pertanyaan keenam belas: sesuatu yang bisa bernafas padahal tidak memiliki ruh adalah waktu Subuh. ’Dan demi Subuh apabila fajarnya mulai bernafas’ (QS. At Takwir : 18)

Jawaban pertanyaan ketujuh belas: orang yang dapat berjalan di dalam kuburnya adalah Nabi Yunus ketika berada di dalam perut ikan.

Jawaban pertanyaan kedelapan belas: Pohon yang terdiri dari 12 dahan, setiap dahannya terdiri dari 30 daun, dan setiap daunnya terdiri dari lima buah adalah tahun. Setahun ada 12 bulan. Sebulan ada 30 hari. Sehari ada lima waktu shalat.

Jawaban pertanyaan kesembilan belas: kunci surga adalah Laa ilaaha illallah, Muhammad rasulullah.

Mendengar jawaban ini, sang pendeta kemudian masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Kemudian para jemaatnya juga masuk Islam di hari itu juga, di gereja yang sama. Dan nama pemuda yang menjadi perantara keislaman mereka adalah Abu Yazid Bastami.
[Sumber: Qashashush Shaalihiin, karya Guru Besar Universitas Al Azhar Dr Mustafa Murad]

SALAM RINDUKU YA RASUL MUHAMMAD SAW

Written By Khoir Black on Minggu, 04 Januari 2015 | 23.48.00

DETIK-DETIK KEPERGIAN ROSULULLAH


SAKIT Rasulullah saw semakin hari semakin keras. Ini detik-detik kritis. Aisyah merebahkan tubuh orang mulia ini kepangkuannya. Ini momen yang sangat penting bagi Aisyah. Ia dapat merawat sendiri Rasulullah saw di rumahnya.
Abdurrahman bin Abu Bakar, kakak Aisyah adalah sahabat lain yang diperkenankan merawat Rasulullah saw. Ia masuk ke dalam sambil memegang siwak. Melihat itu, Aisyah bertanya kepada Rasulullah saw, “apakah aku boleh mengambil siwak itu untuk engkau?” Hal ini Aisyah tanyakan kepada Rasulullah saw karena Rasulullah saw sangat suka bersiwak.
Rasulullah saw mengiyakan dengan isyarat kepala. Aisyah pun menggosokan siwak itu ke gigi beliau. Rupanya terlalu keras, Aisyah segera menggosokan dengan pelan-pelan sekali. Di dekat tangan Rasulullah saw ada bejana berisi air. Beliau mencelupkan kedua tangannya lalu mengusap wajahnya. Mulutnya begumam, “ Tiada Ilah selain Allah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya.”
Usai bersiwak, beliau mengangkat tangan dan mengacungkan jari, mengarahkan
pandangan ke langit-langit rumah. Kedua bibirnya bergerak-gerak. “Bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka dari nabi, shidiqqin, syuhada dan shalihin. Ya Allah ampunilah dosaku dan rahmatilah aku. Pertemukanlah aku dengan kekasih yang Maha Tinggi ya Allah, kekasih yang Maha Tinggi.”
Kalimat ini diulang-ulang hingga tiga kali disusul dengan tangan Rasulullah saw yang melemah. Beliau wafat. Suasana hening. Saat itu waktu Dhuha, udara sudah terasa panas, senin 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah. Rasulullah saw wafat dalam usia enam puluh tiga tahun lebih empat hari.
Kabar duka itu segera tersebar. Seluruh pelosok Madinah berubah muram. Walau sudah diduga, tetapi kepergian Rasulullah saw nyata membuat kaum Muslimin terpukul. Anas menggambarkan, “Aku tidak pernah melihat suatu hari yang lebih baik dan lebih terang selain ketika hari saat Rasulullah saw masuk ke tempat kami. Dan tidak kulihat hari yang lebih buruk dan muram selain ketika Rasulullah saw meninggal dunia.”
Berita itu jelas sampai ke semua orang. Termasuk kepada Umar bin Khatab. Mendengar itu, Umar hanya berdiri mematung. Seperti tidak sadar, dia berkata, “Sesungguhnya beberapa orang munafik beranggapan bahwa Rasulullah saw akan meninggal dunia. Rasulullah saw sekali-kali tidak akan meninggal dunia, tetapi pergi kehadapan Rabbnya seperti yang dilakukan Musa bin Imran yang pergi dari kaumnya selama empat puluh hari , lalu kembali lagi kepada mereka setelah beliau dianggap meninggal dunia. Demi Allah, Rasulullah saw akan kembali. Maka tangan dan akal orang-orang yang beranggapan bahwa beliau meninggal dunia, hendaknya dipotong.”
Abu Bakar pun tidak kalah terpukulnya. Setelah mendengar kabar itu, dari tempat tinggalnya di dataran tinggi Mekkah, Abu Bakar memacu kuda, lalu turun dan masuk mesjid tanpa berbicara dengan siapapun. Dia segera menemui Aisyah lalu mendekati jasad Rasulullah saw yang diselubungi kain itu lalu menutupnya kembali. Ia memeluk jasad Rasulullah saw sambil menangis. Dari mulutnya terdengar, “Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada diri engkau. Kalau memang kematian ini sudah ditetapkan atas engkau, berarti memang engkau sudah meninggal dunia.”
Kemudian Abu Bakar keluar rumah dengan masih sambil tersedu. Saat itu Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Abu Bakar berkata, “Duduklah, wahai Umar!”
Umar tidak mau duduk. Orang-orang beralih kehadapan Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata, “Barangsiapa di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Tapi barangsiapa diantara kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup dan tidak meninggal. Allah berfirman, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh telah berlaku sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kalian berbalik kebelakang-murtad? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
Seusai mendengar ayat ini, semua langsung terdiam. Seakan-akan mereka tidak tahu bahwa Allah telah menurunkan ayat ini. Semuanya kemudian menghayati ayat ini. Tidak seorangpun dari mereka yang mendengarnya melainkan membacanya.
Umar sendiri tampak kelihatan linglung. Hingga ia tak kuasa mengangkat kedua kakinya, dan terduduk ketanah saat Abu Bakar mendengar ayat itu. Umar merasa terlolosi dan terhempas karena kenyataanya Rasulullah saw memang sudah meninggal dunia. Tak ada yang dilakukkanya kecuali segera mengurus jenazah Rasulullah saw bersama-sama.
Kepergian seorang pemimpin dan panutan tak pelak memang bisa menimbulkan guncangan yang hebat. Jika saja tak ada orang seperti Abu Bakar, bukan tidak mungkin akan meninggalkan kekacauan. Padahal setelah seseorang pemimpin pergi, begitu banyak persoalan yang harus segera ditangani. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang masih hidup.

JADWAL IMSAKIYAH MEDAN BULAN RAMADHAN 2013

Written By Khoir Black on Selasa, 18 Juni 2013 | 22.49.00

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... 
Salam Sahabat Setia..

Alhamdulillah ...
Sebentar lagi Kita Umat muslim sedunia melaksanakan Ibadah puasa di Bulan yang penuh berkah dan penuh Kemuliaan, dimana sepanjang bulan ini kita umat muslim melaksanakan serangkain perintah ALLAH seperti Berpuasa, Sholat Tarawih bersama, Tadarus, Peringatan Nuzul Qur'an dan Mencari Malam yang lebih Mulia dari seribu bulan yaitu Malam Lailatul Qadr dan Mengakhirinya dengan Membayar zakat fitrah serta Menyambut dan Merayakan Hari Raya Idul Fitri...
Amin ,,
Semoga Umur kita sampai pada Bulan Ramadhan yang Penuh Keberkahan itu..

Kali ini Saya Akan Berbagi Mengenai Jadwal Imsakiyah untuk Ramadhan Tahun ini..
Langsung aja yaa....

Ijtimak awal Ramadhan 1434 Hijriah Jatuh pada hari Senin tanggal 8 Juli 2013 M, pukul 14:15:55 WIB. Pada hari itu saat Matahari terbenam hilal sudah wujud di atas ufuk mar'i setinggi +0 drajad 44' 50'', Karena itu tanggal 1 Ramadhan 1434 H jatuh pada hari Selasa tanggal 9 Juli 2013 M.


17 Ramadhan 1434 H : Nuzul Qur'an

Koordinat: (3.59, 98.68). Zona Waktu: WIB (UTC+7). Arah Kiblat: -67° dari Utara

Ijtimak awal Syawal 1434 Hijriah jatuh pada hari Rabu tanggal 7 Agustus 2013 M, pukul 04:52:19 WIB. Pada Hari itu saat Matahari terbenam hilal sudah diatas ufuk hakiki setinggi 03drajad 54'11'' (hilal sudah wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam hilal sudah diatas ufuk.
Karena itu tanggal 1 SYAWAL 1434  H jatuh pada hari KAMIS tanggal 8 Agustus 2013 M.

Data ini diolah dari : Data Ephemeris Hisab dan Rukyat

Saran Saya : Ikutilah Jadwal yang telah ditetapkan pemerintah yang berdasarkan Ijtimak bersama oleh para ulama Indonesia, demikian itu lebih kepada sebuah kebenaran...

Usul saya : Dalam menjalani Ibadah Puasa Hendaknya Melakukannya dengan penuh keikhlasan dan Kesabaran,, Sebab itu Lebih kepada arah taqwa.

Demikian Article Saya kali ini...
Semoga Bermanfaat...



Salam Sahabat Setia..

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW

Written By Khoir Black on Kamis, 06 Juni 2013 | 01.54.00

 

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Salam Sahabat Setia...

Kali ini Saya ingin berbagi Ilmu Keagamaan ,,
Mengenai Peristiwa Isra' dan Mi'raj ny Nabi Muhammad SAW.

Sejarah / Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW


Perjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”.
Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang ?”
“tidak tahu”, kata Rasul.
“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah “, kata Jibril.
Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullhmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu.

Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah rasul memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya : “Siapakah mereka ?”
“Saudaramu para Nabi dan Rasul”.
Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.

“Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihatJibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm : 13 – 18).

Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah milikAllah, segala Rahmat dan kebaikan“.
Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“.
Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah shalat“.
Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan ummatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“.

“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”.
Kemudian Rasul turun ke Sidratul Muntaha.
Jibril berkata : “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur”.
Lalu Rasul memuji Allah atas semua itu.


Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum pernah melihat, telingan belum pernah mendengar dan tidak terlintas dihati manusia semuanya masih kosong dan disediakan hanya pemiliknya dari kekasih Allah ini yang dapat melihatnya. Semua itu membuat Rasul kagum untuk seperti inilah mestinya manusia beramal. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.

Mandapat Mandat Shalat 5 waktu

Agaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi ? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk menerima mandat melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.
Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual individual hubungannya dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al – Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.


Hikmah Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW


Perintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).

Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini, berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut.

Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di malam hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani?

Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini.

Dalam pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.

Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.

Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.

Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.

Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”

Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mikrajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah.

Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.



Demikian Postingan Saya kali ini..
Semoga Bermanfaat...

Salam Sahabat Setia...


Assalamu'alaikm Wr.Wb

RAHASIA WAKTU

Written By Khoir Black on Minggu, 07 April 2013 | 07.41.00


 [Al-Mu`minun: 112-114] :
�Allah bertanya, `Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab, Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.` Allah berfirman, `Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kalian benar-benar mengetahui.

Ulama Al-Maraghi memberi penjelasan yang amat lugas dalam tafsirnya. Menurutnya, pertanyaan Allah kepada para penghuni neraka itu merupakan celaan dan penghinaan. Maksudnya supaya jelas bagi mereka bahwa kehidupan dunia yang mereka kira panjang sesungguhnya sangat singkat. Apalagi jika dibandingkan dengan azab berkepanjangan yang tengah mereka `nikmati`. Ini akibat ketika di dunia, mereka lalai akan akhirat dan tidak mempergunakan waktu dan kehidupannya sesuai hakikatnya.

Hasan Al-Bana pernah mengatakan, �Waktu adalah kehidupan. Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan kehidupan.� Begitu pentingnya waktu, sampai Allah bersumpah dengan waktu. �Wal `ashr, demi masa,� kata Allah dalam surat al-Ashr. Betapa Allah juga mementingkan waktu melalui sumpahnya yang lain dengan menggunakan satuan waktu yang lebih beragam. Misalnya, walfajri, demi waktu fajar (al-Fajr:1), wadhdhuha, demi waktu dhuha (Adh-Dhuha:1), wallaili, demi waktu malam (asy-Syams:3), wannahari, demi waktu siang (asy-Syams: 4).

Sesungguhnya di balik perhatian Allah terhadap waktu terdapat pesan penting buat manusia, yaitu agar mereka juga memperhatikan dan mempergunakan waktu sebagaimana mestinya yakni dengan beribadah secara total dan ikhlas kepada-Nya. Tentu saja untuk bisa memperlakukan waktu dengan semestinya itu harus ada pemahaman yang benar tentang keberadaan dan hakikatnya bagi kehidupan manusia.

Hal ini penting karena, ternyata dimensi waktu al-Qur`an dan akhirat sangat berbeda dengan dimensi waktu yang dijalani manusia di dunia. Dengan mengetahui perbedaan dimensi itu seorang Muslim akan lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupannya, karena ia pasti akan memasuki waktu akhirat sebagai tempat pembalasan.


Azab yang Mutlak

Dimensi waktu tidak berlaku pada Allah. Dia tidak mengenal adanya siang dan malam, masa sekarang, masa yang telah lewat maupun masa yang akan datang. Allah pun tidak berkembang, berkurang, menyusut ataupun berubah. Dia tidak mengenal masa kanak-kanak dan kemudian beranjak dewasa lalu akhirnya menjadi tua. Dia tidak berawal dan tidak berakhir.

Waktu adalah sebuah makhluk ciptaan Allah yang paling unik. Karenanya, Dia Maha Ada sebelum adanya semua makhluk di jagat raya ini, dan Maha Kekal serta Maha Abadi setelah hancur leburnya seluruh makhluk pada hari akhir (qiyamat nanti). Allah sudah ada sebelum `waktu` diciptakan, dan Dia akan tetap ada meskipun `waktu` sudah tak berlaku lagi. Sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, �Dialah yang Maha Pertama dan Maha Terakhir.� (al-Hadid:3)

Maka ketika al-Qur`an menyebutkan Allah itu sebagai dzat Yang Pertama dan Yang Terakhir, bukan berarti Dia ada masa permulaan masa berakhirnya. Karena, bagi Allah tidak ada istilah sebelum atau sesudah.

Allah Maha Hidup dalam eksistensi-Nya yang abadi. Sedangkan manusia baru hidup ketika ia dilahirkan kemarin. Dan kini ia menjalani kehidupan itu serta hari esok yang akan ditempuhnya. Adapun sejarah kehidupan manusia, diwarnai oleh berbagai peristiwa dan kejadian, pada dasarnya telah tertulis serta terangkum dalam al-Qur`an. Semuanya sudah tercatat sebelum penciptaan alam ini dalam ilmu Allah. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Musa `Alaihis salaam: �Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah.� (Ibrahim:5)

Yang dimaksud dengan hari-hari Allah adalah berbagai peristiwa yang sudah terjadi pada ummat-ummat terdahulu. Baik peristiwa berupa kejayaan atau kehancuran, kenikmatan ataupun siksaan yang mereka alami. Seperti bencana banjir yang dialami oleh ummat Nabi Nuh As. Angin topan yang menimpa kaum `Aad dan Tsamud. Gempa bumi yang menimpa kaum Sodom dan Gomorah (kaum Nabi Luth As) dan lain sebagainya. Semua peristiwa ini terekam dengan jelas dalam sejarah ummat manusia. Tinggal manusia, apakah mereka mau mengambil pelajaran atau semata-mata menjadikannya dongeng alias hikayat.

Bagi Allah, sama saja antara masa yang akan terjadi besok ataupun seratus tahun lagi. Karenanya tidak heran kalau dalam al-Quran, Allah menyebutkan segala peristiwa yang akan terjadi pada hari qiyamat kelak dengan kata kerja berbentuk keterangan lampau (madhi, past tense). Padahal peristiwa tersebut baru akan terjadi di masa mendatang. Sebagaimana firmannya, �Kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu kami kumpulkan mereka itu semuanya.� (Al-Kahfi:99)

Dalam ayat itu kata nufikha (meniup) dan jama`naa (kami kumpulkan) adalah kata kerja berbentuk lampau.

Juga firman-Nya, �Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi.� (Az-Zumar:68)

Seluruh peristiwa yang disebutkan dalam al-Qur`an itu sebenarnya baru akan terjadi kelak di hari kiamat. Namun ketika Allah menyebutkannya dengan menggunakan kata kerja berbentuk lampau, di dalamnya pasti terkandung rahasia. Yaitu bahwa semua yang diberitakan itu merupakan sesuatu yang mutlak dan pasti terjadi. Sehingga tidak boleh ada keraguan sedikitpun.

Ini merupakan suatu bukti, bahwa Allah itu Maha Tinggi serta Maha Mulia dari keterbatasan dimensi waktu dan tempat (ruang). Dia adalah dzat yang memberlakukan waktu dan masa kepada semua makhluknya, hingga Maha Suci Allah dari keterikatan dengan waktu.


Satu Berbanding Seribu

Al-Qur`an menjelaskan, Allah memberlakukan waktu yang berbeda atas tiap-tiap jenis makhluknya. Umpamanya, satu hari bagi malaikat Jibril As itu sama dengan 50 ribu tahun lamanya bagi makhluk yang bernama manusia. Al-Qur`an menerangkan hal ini dengan firman-Nya, �Para malaikat dan malaikat Jibril naik kepada Allah dalam sehari yang ukurannya sama dengan 50 ribu tahun (ukuran manusia).� (Al-Ma\'arij: 4)

Sementara itu, ayat lain menjelaskan, satu hari bagi para malaikat sama dengan seribu tahun lamanya bagi manusia. Sebagaimana firman-Nya, �Dia mengatur urusan dari langit ke bumi kemudian urusan itu naik (dibawa oleh malaikat) kepadanya dalam satu hari, yang ukuran lamanya seribu tahun menurut perhitunganmu.� (as-Sajdah: 5)

Allah juga mengisyaratkan, �Sesungguhnya sehari di sisi Rabbmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.� (Al-Hajj:47)

Apabila seseorang meninggal dunia kemudian nanti dibangkitkan kembali, maka sebenarnya ia keluar dari satu lorong waktu ke lorong waktu yang lain. Oleh karena itu, sangat luar biasa bahwa ribuan tahun waktu yang dijalani oleh manusia, baik itu dalam kubur ataupun hidup di dunia yang fana ini, hal itu bagi Allah hanyalah satu hari atau sekejap saja.

Dalam hal ini, Allah juga telah mengisyaratkan dalam firman-Nya, �Dan pada hari terjadinya qiyamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, bahwa mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja). Seperti itulah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). Sedangkan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan berkata kepada orang-orang kafir, �Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah sampai hari kebangkitan. Maka inilah hari kebangkitan itu, akan tetapi kamu selalu tidak meyakininya.� (Ar-Rum:55-56)

Di ayat lain Allah berfirman, �Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (dimana mereka merasa) seolah-olah tidak tinggal di dunia melainkan sesaat pada siang hari. Inilah suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasiq.� (Al-Ahqaf: 35) Dalam ayat lain disebutkan hanya sebatas waktu sore atau pagi. (An-Naazi`aat:46)

Maka jelaslah sudah, bahwa berabad-abad lamanya kehidupan di dunia ini jika dibandingkan dengan saat kebangkitan dari kubur itu hanya satu hari, atau setengah hari dan bahkan hanya beberapa saat saja.

Dewasa ini, keanekaragaman lorong waktu itu bisa dijelaskan lewat teori relativitas Albert Einstein, yang dikembangkan terus oleh ilmuwan lainnya. Setiap susunan tata surya di alam ini mempunyai kronologi waktunya sendiri. Teori ini membuktikan bahwa memang ada perbedaan waktu dalam di antara alam ciptaan Allah, yakni antara alam manusia dan alam malaikat, antara di dunia dan di akhirat.

Kalau manusia kelak akan memasuki alam akhirat, maka dimensi waktu yang berlaku dimensi akhirat yang perbandingannya antara satu berbanding seribu sampai 50 ribu. Bayangkan, bagaimana pedihnya siksaan selama berabad-abad di akhirat (An-Naba: 23), jika perhitungan waktunya harus dikalikan seribu dari perhitungan waktu di dunia. Bila satu hari di akhirat sama dengan seribu hari di dunia, maka siksaan di akhirat itu akan berlangsung selama 24 ribu jam. Kenyataannya sekarang tiga detik saja terkena api, manusia langsung kesakitan.

Akan tetapi Allah juga berkuasa untuk mengubah ketentuan waktu itu kapan saja. Contoh yang paling gamblang adalah kisah Nabi Uzair As yang dibuat tertidur selama seratus tahun dan para pemuda ashabul kahfi selama 309 tahun. Padahal mereka masih berada di alam dunia.

Setiap manusia akan merasakan betapa sebenarnya hidup di dunia, yakni bila mereka sudah berhadapan dengan pembalasan yang akan berlangsung lama. Beruntung kalau balasan itu diberikan kepada manusia beriman, sebab tidak lain itu merupakan kenikmatan tiada tara. Tapi luar biasa ruginya kalau balasan itu diberikan kepada manusia durhaka, sebab tidak lain itu adalah siksaan yang sangat pedih dan abadi.

Wallahu a`lam bishawab.�

TAUHID

TAUHID

Seorang muslim yang hidup di bawah naungan ajaran Tauhid wajib memahami "pengertian Laa ilaha illa-Llah" sepenuhnya. Dengan mengamalkan pengertian Laa ilaha illa-Llah akan mencegah dan menjauhkan dirinya dari kemusyrikan baik yang nampak maupun tersembunyi.
Islam didasari dengan kalimat terbaik "Laa ilaha illallah" - Tiada yang wajib diabdi atau disembah selain hanya Allah. Kalimat ini mengandung pengertian yang sangat luas meliputi:

1. Tiada Pencipta selain Allah
Segala sesuatu selain Allah hanyalah makhluk. Termasuk hasil kreasi manusia. Karena Allah menciptakan manusia dan apa yang diperbuatnya (37: 96) dan Dia tidak ditanya tentang perbuatannya itu. (21: 23) Allah senantiasa menambah pada ciptaan-ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya (35: 1) dan Dia menciptakan banyak hal yang belum ada sebelumnya (16: 11).
Dengan aqidah ini seorang muslim tidak akan menundukkan dirinya kepada selain Allah dan jiwanya hanya didominasi oleh Allah.

2. Tiada Pemberi Rizki selain Allah
Allah menciptakan sekaligus memberi jaminan perawatan dan pemeliharaan kepada seluruh ciptaan-Nya (51: 57-58). Jangankan manusia, semut pun Allah jamin rizkinya (11: 6).  Karenanya seorang muslim wajib meyakini bahwa Laa ilaha illa-llah berma'na  Tiada yang memberi rizki selain Allah. Muslim tidak melihat bahwa suatu pekerjaan sebagai sebab datangnya rizki, tetapi merupakan wasilah (sarana) saja. Sebagai manusia, dia wajib berusaha untuk memperoleh rizki yang Allah berikan, karena Allah menilai dan menentukan derajat setiap manusia sesuai dengan apa yang dikerjakannya (46: 19). Dalam berusaha bekerja keras itu dia tidak pernah bertumpu pada pekerjaannya tetapi hanya bertumpu kepada Allah. (28: 77)

3. Tiada Pemilik selain Allah
Karena Allah adalah Pencipta dan penjamin segala sesuatu, maka Dia adalah pemiliknya. Allah adalah pemilik mutlak, bukan pemilik sementara. Dalam hal ini Dia memiliki segala sesuatu sendirian saja (4: 131-132, 2: 284). Tauhid meyakinkan muslim "Tiada pemilik mutlak selain hanya Allah". Dengan keyakinan ini dia tidak akan pernah merasa keberatan terhadap aturan dan hukum Allah karena semua yang Allah tentukan dan atur itu berlaku terhadap milik-Nya. Di samping itu, muslim akan kuat apabila ditimpa mushibah dan tidak pernah menjadi sombong ketika mendapatkan sesuatu. (57: 22). Ungkapannya dalam menerima mushibah hanyalah "istirja" (2: 156)
Maka muslim pun tidak akan segan untuk memberikan sebagian atau bahkan seluruh hartanya apabila dikehendaki oleh jalan Allah. Dia sedikit pun tidak merasa takut kekurangan atau kehilangan apa yang dimilikinya karena menyadari bahwa apa yang ada pada sisinya akan lenyap sedangkan apa yang di sisi Allah adalah kekal belaka (16: 96)

4. Tiada Raja / Tiada kerajaan selain untuk Allah 
Sang Pencipta, Pemberi rizki dan Pemilik tentu saja berstatus sebagai Raja (Penguasa) di alam semesta. Seluruh alam raya adalah kerajaan-Nya (36: 83, 67: 1, 3: 189). Allah adalah Raja Yang Maha Suci dari segala kesalahan dan memerintah di alam semesta dengan Perkasa dan Bijaksana (62: 1). Karena itulah Allah menurunkan bimbingan universal yang berlaku untuk seluruh manusia di permukaan bumi sehingga hari kiamat nanti (7: 158)
 Konsekuensinya, setiap muslim tidak diperkenankan mengakui Raja lain selain Allah. Karena setiap perampasan terhadap hak kerajaan Allah adalah kemusyrikan. Muslim adalah hamba dari Raja alam semesta dan bekerja untuk menegakkan kerajaan Allah dalam diri dan masyarakatnya. Seorang muslim wajib menolak kekuasaan siapa pun yang menyimpang dari kerajaan Allah ini. Dia juga tidak mengakui pembatasan dan pengkotak-kotakan bumi yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Dia merasa sebagai warga alam semesta kendati hidup di dalam satu bagian dari bumi dari kerajaan Allah yang sangat luas.

5. Tiada Yang Dicintai selain Allah
Seorang yang hidup dalam hidayah Allah berarti dicintai Allah, karena Allah hanya memberi petunjuk kepada orang-orang yang dicintai-Nya. Dengan demikian dia pun  wajib mencintai Allah (5: 54) dan mensifati diri dengan hal-hal yang dicintai Allah. Kecintaan kepada Allah harus merupakan kecintaan yang teramat sangat dan terjauh dari syirik cinta, yaitu mencintai sesuatu selain Allah sama dengan mencintai Allah atau lebih dari mencintai Allah (2: 165). Muslim meyakini  "Tiada yang wajib dicintai dengan sesungguhnya selain Allah"
Mencintai apa pun selain Allah pada hakikatnya tidak dibenarkan kecuali apabila karena Allah semata. Karena itu, seorang muslim hanya mencintai apa dan siapa yang dicintai Allah. Jadi kecintaan tersebut harus dengan idzin Allah. Kecintaannya kepada sesuatu tidak akan menyamai kecintaan kepada Allah apalagi melebihinya. Allah ditempatkan dalam derajat "Fauqo kulli hubbin" (di atas segala kecintaan) yang puncak kecintaannya adalah ibadah.

6. Tiada yang Ditakuti selain Allah: 
Takut pada sesuatu pada dasarnya merupakan fitrah yang Allah berikan kepada manusia. Takut dapat disebabkan karena merasa bersalah (28: 18) ataupun merasa lemah terhadap sesuatu yang dianggap mengancam dirinya. Tetapi manakala takut tersebut telah berlebihan, ia dapat menjadi syirik. Takut kepada singa yang akan menerkam adalah fitrah tetapi takut kepada seorang penguasa yang membuat seseorang menjilat penguasa tersebut  merupakan takut yang melanggar tauhid. Jadi takut yang dimaksud adalah takut yang menimbulkan ketaatan hanyalah ditujukan untuk Allah (9:13). Itulah ma'na Tiada yang Ditakuti selain Allah.
Kecintaan muslim kepada Allah menjadi landasan dari rasa takutnya  yang bersangatan terhadap Allah  (2: 40). Takut disini bukan takut yang menjadikannya lari tetapi justru takut yang menjadikan dirinya senantiasa mendekatkan diri kepada Allah (9: 18). Dia takut kehilangan cinta dan kasih sayang ALlah sekaligus takut dengan kemurkaan Allah. Dia takut pada kebesaran Allah (79: 40,23:57), hari kiamat/pembalasan (76: 10), dan neraka jahannam (25: 65-66). Seorang muslim tidak merasa takut dengan menegakkan keyakinan tauhidullah ini. Bagaimana akan takut sementara orang-orang kafir pun tidak takut mempersyarikatkan Allah dengan sesuatu (6: 82)

7. Tiada Yang Diharapkan selain Allah
Cinta dan takut kepada Allah tidak akan bernilai bila tidak mengharapkan sesuatu dari Allah.  Allah adalah tumpuan segala harapan, dan tidak boleh mengharap dengan sesungguhnya selain kepada Allah. (18: 110). Haraopan kepada manusia merupakan harapan yang semu, karena tidak ada yang sempurna kecuali Allah. Setiap muslim wajib mengharap  kepada Allah manakala ia telah melakukan suatu pekerjaan, kemudian melakukan pekerjaan lain  dengan sungguh-sungguh.  (94:8). Dan jika dia menginginkan sesuatu wajib memohon kepada Allah dengan harapan dikabulkan oleh-Nya (40: 60). Allah senantiasa memberi kepada siapa saja yang mengharap kepada-Nya. (2:186)
Harapan tertinggi seorang muslim adalah ridho Allah. Keredhaan ini berwujud lepasnya diri dari azab neraka jahannam dan masuk ke dalam syurga. Jalannya diperoleh dengan iman dan amal sholeh sampai mencapai syahid fi sabilillah atau hidup istiqomah dengan memperoleh husnul khotimah tatkala sampai kepada ajal. Untuk itu setiap muslim sejati rela berkorban dalam mencapai redha Allah ini (2: 207, 33: 23)

8. Tiada Yang memberi manfaat atau mudhorot selain Allah
Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Dialah yang berhak menentukan apa saja bagi hamba-hamba-Nya. Tiada yang memberi manfaat (kegunaan) atau memberi mudhorot (kecelakaan) selain hanya Allah. Seorang muslim meyakini bahwa manusia atau makhluk lainnya tidak akan mampu memberikan sesuatu pengaruh melainkan apabila diidzinkan Allah (6: 17, 10: 107). Sebagaimana Rasulullah bersabda kepada Ibnu Abbas, ".... Dan kalau sekiranya ummat manusia hendak berbuat sesuatu yang bermanfaat bagimu, maka semua manfaat itu tidak akan ada kecuali Allah menentukannya.  Dan apabila mereka akan berbuat jelek bagimu, maka kejahatan itu tidak akan menimpamu  kecuali yang telah ditetapkan Allah pula. Qalam telah diangkat, dan lembaran-lembaran taqdir ditulis atas kehendak-Nya". (2: 255)
Karenanya, seorang muslim tidak merasa takut untuk melakukan kebaikan, dengan mengikuti minhaj Islam dalam menegakkan agama-Nya. Dia tidak takut celaan, ancaman, intimidasi, teror , dan sebagainya sepanjang sesuai dengan minhajul hayat yang ditempuhnya.

9. Tiada Yang menghidupkan atau mematikan selain Allah
Allah Yang Maha hidup, kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya adalah sumber kehidupan (2: 255, 3: 27). Tiada yang menghidupkan selain Allah sebagaimana tiada yang mematikan kecuali hanya Allah (39: 42, 2: 260). Dialah Yang menciptakan Mati dan Hidup sebagai ujian bagi manusia (67: 2). Dengan demikian, bagaimana pun posisi manusia diujung kematian tidak akan sampai pada kematiannya apabila belum merupakan ajal Allah. Dan bagaimana pun manusia berlari, apabila kematian sudah datang dia tidak akan dapat bersembunyi. (4: 78, 62: 6-8)
Dengan meyakini hal ini muslim tidak akan takut dengan kematian, karena kematian bukan ditentukan oleh manusia atau musuh-musuh Islam tetapi oleh Allah semata. Muslim juga memahami bahwa kehidupan dunia  ini merupakan milik Allah, bersifat sementara dan hanya ujian belaka. Sementara kehidupan akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya, kekal abadi, dan merupakan hasil dari ujian tersebut. Dia tidak akan tertipu dengan sandiwara hidup dunia dan akan mengharapkan pahala akhirat.

10. Tiada Yang mengabulkan permohonan selain Allah: 
Allah bukan hanya mengurus makhluk-Nya tetapi juga mengabulkan apa saja yang diminta oleh makhluk-Nya (2: 186, 40: 60). Karena itu setiap muslim meyakini bahwa hanya dengan memohon kepada Allah saja dia akan memperoleh apa yang diinginkannya. Memohon sesuatu  kepada Allah merupakan suatu ibadat khusus yang disenangi Allah. Karena itu, Allah melarang dan mengharamkan orang meminta kepada orang lain atau menggunakan perantara dalam do'anya. Orang hanya boleh minta dido'akan kepada orang lain, sebagaimana  terdapat dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabat beliau. Namun memohon kepada Allah dengan perantara adalah syirik ( 39: 2)

11. Tiada Yang melindungi selain Allah 
Allah menguasai seluruh ciptaan-Nya sekaligus melindungi alam semesta dari kebinasaan kecuali apabila dikehendaki-Nya. Tak ada yang melindungi selain hanya Allah. Dia juga melindungi manusia yang memohon perlindungan kepada-Nya. Tauhid mengharuskan setiap muslim hanya bertawudz (memohon perlindungan ) kepada Allah terhadap hal-hal yang tak dapat dijangkau dengan indera atau pun dari hal-hal yang dapat dijangkau inderanya. Karena itu, perlindungan kepada jin atau sesuatu selain Allah adalah syirik (72: 6).
Muslim memohon perlindungan kepada Allah dari disimpangkan dalam melaksanakan bimbingan hidup (Al Qur-an) yang dijalaninya (16: 98). Ini menunjukkan bahwa godaan syaitan untuk menyimpangkan manusia dari jalan yang lurus itu sungguh banyak dan setiap saat mengepung kita. Karena itu berlindung kepada Allah wajib dilakukan setiap saat , tanpa memandang waktu dan tempat - terutama saat akan melakukan suatu ibadah agar ibadah tersebut ikhlas lillahi ta'ala. Rasulullah berta'awudz (mohon perlindungan) tatkala hendak melaksanakan sholat  (23:  97-98), saat berda'wah (41: 36), membaca Al Qur-an (16: 98) serta disetiap saat dengan membaca muawidzatain.  (surat 113, 114)

12. Tiada Tempat Bertawakkal selain Allah
Karena Allah senantiasa melindungi hamba-hamba-Nya, seorang muslim menggantungkan dirinya pada kehendak dan kemauan Allah. Menggantungkan diri ini disebut tawakkal, yaitu melakukan sesuatu secara benar kemudian menyerahkan hasilnya kepada ALlah. Tentu saja hal itu dilakukan setelah usaha dan kerja keras sesuai dengan hidayah Allah dan bimbingan Rasulullah. Allah menentukan yang terbaik bagi setiap muslim setelah dia berusaha. Karenanya siapa saja yang bertawakkal kepada ALlah,  Allah akan mencukupi keperluannya (65:3). Muslim tidak menggantungkan hasil pekerjaannya kepada usahanya. Dia meyakini bahwa semua kebaikan dirinya bersumber dari ALlah (27: 40)
Dalam setiap tindakan muslim menyerahkan hasilnya kepada Allah Sebelum menetapkan sesuatu dia bermusyawarat, karena musyawarat adalah sunnah Rasulullah, Setelah bermusyawarat dia bertawakkal kepada Allah (3: 159). Demikian pula dalam menghadapi berbagai persoalan, baik dalam keadaan lapang atau pun sempit (12: 67, 11: 88). Dengan tawakkal ini seorang muslim tidak pernah khawatir dengan jaminan Allah karena meyakini bahwa semua ketentuan Allah adalah baik baginya (9 : 52)

13. Tiada daya dan kekuatan selain dari Allah
Dengan menggantungkan diri sepenuhnya kepada Allah muslim meyakini bahwa tiada daya dan kekuatan selain dari Allah. Inilah kunci kekuatan seorang muslim. Dia bekerja keras kemudian bersandar kepada Allah dalam menanti hasilnya. Demikian pula dia meyakini bahwa apa pun tidak akan berlangsung tanpa idzin dan kehendak Allah (2: 255). Karena itu, seorang muslim akan meyakini bahwa kekusaan Allah meliputi segala sesuatu dan tidak ada suatu pun yang bergerak tanpa kehendak dan kemauan Allah.

14. Tiada Yang diagungkan selain Allah
Dengan segala kemuliaan dan kebesarannya, maka hanya Allah sajalah yang  berhak diagungkan dan dimuliakan. Pengagungan kepada selain ALlah adalah syirik, karena setiap muslim sudah menyatakan Allah sebagai satu-satunya yang berhak diagungkan. Nabi Muhammad menolak ketika beliau diperlakukan secara berlebihan oleh para sahabatnya. Beliau berkata, "Janganlah kalian memperlakukan aku sebagaimana kaum Nasrani mengagungkan Iesa putra Maryam". (Al Hadits).  Rasulullah adalah manusia biasa seperti kita; kelebihan beliau adalah membawa wahyu yang menyeru manusia pada Tauhidullah. (18: 110)

15. Tiada Yang dimohonkan pertolongannya selain Allah
Allah yang Maha berkuasa, sumber segala daya upaya dan kekuatan tentulah yang menentukan hidup manusia. Maka seseorang yang dimusuhi Allah tidak ada yang dapat memberi pertolongan kepadanya. Tak ada yang mampu menyelamatkan orang yang dicelakakan Allah. Maka hanya Dialah yang berhak dimintai pertolongannya (al istianah). Memohon pertolongan kepada sesuatu selain Allah melanggar pernyataan tauhid yang senantiasa kita baca dalam Surat Al fatihah sholat kita (1: 5).
Tolong menolong antara sesama manusia atau meminta tolong orang lain bukanlah termasuk ke dalam syirik (5: 2). Karena sifatnya bukan memohon kepada sesuatu yang ghaib atau kepada sesuatu yang dianggap lebih agung dan mulia dari yang minta pertolongan. Kendati demikian para sahabat Nabi menghindari meminta tolong kepada sesama manusia tanpa menolak bantuan orang lain apabila memang mereka menghajatkan. Yang melanggar tauhidullah adalah memohon kepada sesuatu yang ghaib selain Allah. Meminta bantuan jin untuk suatu urusan termasuk ke dalam syirik (72:6)







Penciptaan dan Pemuliaan Adam

Written By Khoir Black on Sabtu, 06 April 2013 | 08.54.00


Penciptaan 
dan Pemuliaan Adam
(diambil dari ‘Koleksi Nabi-nabi dalam al-Qur’an’ oleh Dr.Afif Abdullah)

Lahirnya Adam
Kisah penciptaan Adam dimulai dari dialog antara Allah dan para malaikat sebagai berikut. Allah mengkabarkan kepada para malaikat, bahwa Allah akan menciptakan Adam dan keturunannya sebagai khalifah di bumi. Berarti Allah akan menempatkan dan menjadikan Adam sebagai penguasa di bumi. Tetapi para malaikat takjub mendengar kabar ini karena yang akan menjadi khalifah Allah di bumi tidak menyamai kekasihsayangan dan kesucian malaikat-malaikat langit. Padahal Allah telah menciptakan makhluk sebelum Adam, mereka membuat kerusakan di bumi.
Malaikat seraya bertanya kepada Tuhan, "Apakah Engkau akan menjadikan manusia yang akan membuat kerusakan di dalamnya dengan melakukan maksiat dan pertumpahan darah. Sementara kami mensucikan-Mu dari hal-hal yang tidak sesuai dengan kemuliaan-Mu dan kami mengagungkan-Mu sebagai tanda syukur kepada-Mu".
Malaikat berkata demikian kepada Tuhannya karena merasa dirinya lebih baik daripada makhluk yang akan dijadikan sebagai khalifah. Karenanya mereka merasa lebih berhak atau sesuai dijadikan khalifah di bumi dibanding manusia. Akan tetapi Allah menjawab dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui rahasia dan hikmah penciptaan Adam. "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’" Qs. al-Baqarah : 30

Kedudukan Adam sebagai Nabi
Setelah menciptakan Adam, Allah mengajarnya nama-nama segala sesuatu, hakekatnya dan kekhususannya, agar dapat diambil manfaat sebagai bekal hidup di bumi. Kemudian Allah menunjukkan kepada malaikat bahwa makhluk yang diremehkan ini mempunyai lebih banyak ilmu dan pengetahuan daripadanya. Oleh karena itu, Allah meminta agar mereka menyebutkan nama-nama segala sesuatu dan kekhususannya andaikan mereka masih menganggap remeh terhadap Adam sebagai khalifah di bumi dibanding mereka. Akan tetapi para malaikat tidak berdaya memenuhi permintaan itu, seraya berkata kepada Tuhan, ‘Sungguh kami memahasucikan-Mu wahai Tuhan kami dengan pemahasucian yang hanya patut untuk-Mu. Kami tidak akan menyangkal kehendak-Mu, karena kami memang tidak mengetahui apa yang telah Kau beritahukan kepada kami, dan Engkau Maha Mengetahui segalanya, Maha Bijaksana dalam segala urusan yang telah Engkau ciptakan.
Kemudian Allah memanggil Adam untuk mengajarkan kepada malaikat, Allah memerintahkan, ‘Hai Adam, ceritakan kepada para malaikat jawaban dari pertanyaan yang telah Aku ajukan kepada mereka itu.’ Maka menjawablah Adam, dan Allah menunjukkan kelebihan Adam atas mereka. Dalam keadaan demikian, Allah mengatakan kepada malaikat, ‘Bukankah Aku telah katakan bahwa sesungguhnya Aku ini Maha Mengetahui apa-apa yang ada di langit dan di bumi, yang tidak diketahui oleh selain-Ku, dan Aku Maha Tahu terhadap sesuatu yang kamu nyatakan dengan perkataanmu dan apa-apa yang tersimpan dalam diri kamu sekalian?
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berkata, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu orang-orang yang benar!’ Mereka menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’ Allah berfirman, ‘Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda itu.’ Allah berfirman, ‘Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?’"
Qs. al-Baqarah : 31-33


Pemuliaan Adam
Allah telah memberitahukan kepada kita tentang bahan penciptaan Adam. "(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.’" Qs. 38 : 71
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." Qs. 15 : 26
"Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar." Qs. 55 : 14
Allah telah menciptakan Adam dari tanah hitam dalam bentuk manusia. Sehingga ketika menjadi kering pada batas waktu tertentu, jika diperdengarkan suara, dia dapat mendengar. Allah mengubahnya secara bertahap, kemudian ditiupkan ruh dari Allah kepadanya. Maka jadilah manusia yang terdiri dari daging, darah, otot yang bergerak menurut kemauannya dan pikirannya. Kemudian Allah menyuruh malaikat agar menghormati Adam dengan cara bersujud kepadanya. Sujud dalam arti memuliakan, bukan sujud dalam artian peribadatan. Karena Allah tidak menyuruh seseorang untuk beribadah kepada selain-Nya.
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kepadanya ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.’"Qs. 15 : 28-29
Dalam ayat ini, Allah mengistimewakan Adam dengan tiga kemuliaan:
Pertama, Allah telah menjadikannya dengan ‘tangan’Nya.
Kedua, Allah telah meniupkan kepadanya ruh daripada-Nya.
Ketiga, Allah menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya.

Sujudnya Malaikat dan Penolakan Iblis

Seluruh malaikat bersujud kepada Adam dan mematuhi perintah Allah, kecuali Iblis yang menolak melakukan sujud karena sombong dan keras kepala. Allah yang sebenarnya Maha Tahu bertanya kepadanya, alasan apa yang menyebabkan Iblis tidak mau bersujud kepada Adam setelah Allah memerintahkannya. Iblis beralasan bahwa diri mereka lebih utama daripada Adam dilihat dari asal kejadiannya, dia diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah. Dan api, menurut pendapat Iblis lebih utama daripada tanah, sehingga dia menunjukkan rasa takabur yang berlebihan. Ketika itu Allah mengusir Iblis dari surga dan melaknat selama-lamanya (sampai Hari Kiamat) karena kesombongannya itu.

"Lalu seluruh malaikat-malaikat itu sujud semuanya kecuali Iblis, dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. Allah berfirman, ‘Hai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?’ Iblis berkata, ‘Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.’ Allah berfirman, ‘Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah orang yang diusir, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai Hari Pembalasan.’"
Qs. 38 : 73-78

Iblis Diusir dari Surga
Akibat pembangkangan dan kesombongan Iblis untuk bersujud kepada Adam adalah diusirnya dari surga dalam keadaan hina-dina. Kemudian Iblis meminta kepada Allah agar dipanjangkan umurnya sampai Hari Kiamat. Allah pun mengabulkan permintaannya karena ada suatu hikmah yang dimaksudkan oleh-Nya. Permohonannya itu disertai dalih sebagai berikut: "Lantaran Hukuman yang dijatuhkan kepadaku berupa kehancuran, hai Tuhan, maka aku bersumpah akan berusaha secara maksimal untuk menyesatkan anak cucu Adam dan menyelewengkan mereka dari jalan yang lurus (benar). Aku akan datangi dari segala penjuru untuk mengamati kelalaian dan kelemahan mereka sehingga aku mudah bisa berhasil menyesatkan dan merusak mereka, dan akan kujadikan mereka orang-orang yang tidak mau bersyukur kepada-Mu." Akan tetapi Allah segera menghardiknya seraya berfirman, "Keluarlah kamu dari surga ini bedebah-hina, kamu tidak akan mendapat rahmat-Ku, dan Aku bersumpah akan memenuhi Jahannam dengan kamu sekalian dan orang-orang yang mengikutimu." Begitulah kiranya yang diturunkan oleh Allah dalam al-Qur’an surat al-A’raaf ayat 13-18.
Dan di tempat lain al-Qur’an menerangkan Iblis untuk menyesatkan manusia dengan pengecualian hamba-hamba Allah yang saleh, "Dan (ingatlah) tatkala Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu semua kepada Adam’, lalu mereka sujud kecuali Iblis. Dia berkata, ‘Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?’. Dia (Iblis) berkata, ‘Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai Hari Kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil.’ Tuhan berfirman: ‘Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup. Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakan kamu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaithan kepada mereka melainkan tipuan belaka. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga.’"Qs. 17 : 61-65
Maksudnya, Allah memerintahkan kepada malaikat agar menghormati dan memuliakan Adam dengan menunduk memberi penghormatan. Mereka segera melaksanakan perintah Allah kecuali Iblis yang membangkang dan berkata, ‘Bagaimana aku harus menghormati orang yang Kau ciptakan dari tanah? Ceritakanlah hai Tuhanku tentang orang-orang yang Kau anggap lebih mulia daripadaku, ketika Engkau menyuruhku bersujud kepadanya, mengapa dia Kau muliakan lebih dari aku padahal sebenarnya akulah yang lebih baik daripadanya? Awas andaikan ditangguhkan kematianku sampai Hari Kiamat, pasti akan kuhancurkan anak cucunya dengan cara menyesatkan mereka kecuali yang Kau lindungi.’ Kemudian Allah dengan keras berfirman kepadanya, ‘Enyahlah kamu dalam keadaan yang telah kau pilih untuk dirimu. Barang siapa di antara anak Adam yang menurutimu maka Jahannam sebagai balasan yang sangat pedih.’ Selanjutnya seolah-olah Allah meringankan ancaman seraya berfirman, ‘Silahkan tanamkanlah kemaksiatan kepada Allah terhadap orang yang bisa kau ajak. Kerahkan seluruh kemampuanmu untuk membuat aneka ragam tipu daya. Ajaklah mereka mencari harta haram dan mempergunakannya untuk maksiat. Dan membuat kufur anak-anak. Kelabuilah mereka ke dalam kerusakan, dan berilah janji-janji bohong dan bathil.’ Kemudian Allah membalikkan pembicaraannya dengan pedas, ‘Ketahuilah, sesungguhnya apa yang telah dijanjikan syaithan kepada pengikutnya itu adalah tipu daya belaka. Adapun hamba-hamba Allah yang dengan ikhlas beriman, takkan dapat dikuasai syaithan. Syaithan tidak mampu memperdayai karena mereka tawakkal kepada Tuhan, dan cukuplah Allah sebagai penolongnya.

Penciptaan Hawa
Allah memerintahkan kepada Adam dan Hawa untuk tinggal di surga. Akan tetapi para Ulama berbeda pendapat tentang waktu penciptaan Hawa di surga. Dikatakan bahwa ketika Allah mengusir Iblis dari surga, Adam tinggal di surga sendirian dan tak ada yang menemaninya. Maka, Allah membuatnya tidur, kemudian satu tulang rusuk kirinya diambil dan digantikan dengan daging, selanjutnya Hawa diciptakan dari tulang itu. Setelah bangun dari tidur, Adam mendapatkan seorang wanita yang duduk di sebelah kepalanya, maka dia bertanya, ‘Siapakah anda?’ Dia menjawab, ‘Wanita’. Adam bertanya, ‘Untuk apa kau diciptakan?’ Hawa menjawab, ‘Agar tinggal bersamamu’. Dalam al-Qur’an diisyaratkan demikian. Allah berfirman: "….Yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya." Qs. an-Nisaa : 1
"…dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar ia merasa senang kepadanya…" Qs. al-A’raaf : 189

Tipu Daya Iblis terhadap Adam

Ketika Adam dan istrinya menempati surga, Allah membolehkan mereka untuk bersenang-senang dengan segala yang ada di surga. Mereka boleh memakan buah-buahan surga yang mereka kehendaki kecuali satu jenis pohon. Bahkan Allah melarang mereka untuk mendekatinya, dan apabila mereka melakukan akan termasuk orang yang tersesat dan menyesatkan diri dengan melanggar larangan Allah, dan sebagai akibat pelanggarannya itu adalah siksaan.
Iblis merasa senang mengetahui adanya larangan yang bisa dijadikan sarana menggoda Adam dan istrinya. Maka mulailah ia berbicara untuk memperdayakan mereka berdua agar memakan buah pohon itu sehingga mengakibatkan terbukanya pakaian yang menutupi aurat mereka.
Iblis memang sangat pandai membuat tipu daya. Sehingga berkata kepada Adam dan Hawa bahwa larangan Allah memakan buah pohon tersebut agar mereka berdua tidak menjadi malaikat dan tidak kekal di surga yang penuh kenikmatan itu. Bahkan Iblis bersumpah hanyalah menasihati mereka berdua.
"(Dan Allah berfirman) ‘Hai Adam, bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadikanlah kamu berdua termasuk orang-orang yang zhalim.’ Maka syaithan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaithan berkata, ‘Tuhan kamu tidak melarang dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau orang-orang yang kekal (dalam surga).’ Dan dia (syaithan) bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya aku adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.’" Qs. al-A’raaf : 19-21

Kesalahan Adam
Adam dan Hawa lupa bahwa Iblis adalah musuh sehingga mereka terjerat ke dalam fitnahnya dengan memakan buah pohon itu. Ketika keduanya mencicipi rasa buah pohon itu, tiba-tiba aurat mereka berdua terbuka, padahal sebelumnya mereka belum pernah saling melihat auratnya. Saking malunya, mereka mengumpulkan dedaunan untuk menutupi aurat masing-masing yang terbuka itu. Kemudian Allah memanggil mereka dan menegurnya, ‘Bukankah Aku telah melarang buah pohon itu? Dan bukankah Aku telah terangkan bahwa syaithan itu musuh besarmu?
Adam dan Hawa merasa sangat menyesal tentang perbuatan maksiat yang telah mereka lakukan. Kemudian bersimpuh dihadapan Tuhan sambil berkata, ‘Hai Tuhan kami, diri kami telah sesat dengan perbuatan maksiat terhadap-Mu. Maka ampunilah dan sayangilah kami, andaikan Engkau tidak mengampuni dan menyayangi kami niscaya kami menjadi orang yang merugi.
"Maka syaithan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupi dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka, ‘Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?’ Keduanya bertanya, ‘Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.’" Qs. al-A’raaf : 22-23
Lalu Adam dan Hawa diberi ampunan dan dikeluarkan dari surga. "Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." Qs. al-Baqarah : 37
Akan tetapi Allah memerintahkan Adam dan Hawa turun dari surga ke bumi. Dan Allah memberitahukan bahwa di antara keturunannya nanti akan mengalami permusuhan. Keturunan mereka akan menjadi penghuni, memakmurkan bumi, dan mengenyam kenikmatan terbatas sampai datang ajal mereka. Tuhan juga menurunkan petunjuk, barang siapa menuruti petunjuk Allah tidak akan terjerembab ke dalam dosa dan kesengsaraan dunia.
"Allah berfirman, ‘Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan.’ Allah berfirman, ‘Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan." Qs. al-A’raaf : 24-25
"Allah berfirman, ‘Turunlah kamu berdua dari surgamu bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari pada-Ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." Qs. 20 : 123

Surga Ciptaan Allah sebagai Tempat Tinggal Adam
Ulama berselisih paham tentang surga itu berada di bumi. Sebagai alasan bahwa Allah menciptakan Adam di bumi, seperti dapat dipahami dari firman Allah Inni ja’ilun fi’l-Ardhi Khalifah di sini Allah tidak menyebutkan, bahwa Dia memindahkannya ke langit. Kemudian Allah memberi sifat surga yang dijanjikan di langit adalah surga yang kekal. Apabila surga itu yang dimaksud, maka tidak mungkin menipu Adam dengan perkataan: "Hai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Qs. 20 : 120
Surga yang kekal itu adalah kenikmatan, bukan tempat taklif bebanan, padahal Adam dan Hawa dibebani peraturan tidak boleh memakan buah pohon itu. Demikian pula Allah telah menggambarkan bahwa penghuni surga yang kekal di langit itu tidak akan keluar lagi. "Mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya." Qs. 15 : 48
"Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya."
Qs. 11 : 108
Maka keluarnya Adam dan Hawa dari surga menunjukkan bahwa surga itu bukan surga yang dijanjikan Allah pada Hari Kiamat nanti. Dari segi lain, ketika Iblis membangkang untuk bersujud kepada Adam, ia dikutuk dan dikeluarkan dari surga. Jika surga itu dimaksudkan surga yang kekal, maka syaithan tidak akan bisa menjangkau surga untuk menggoda Adam dan Hawa, sehingga mendapatkan murka Allah.
Berdasarkan keterangan tersebut, jelas bahwa surga yang Allah berikan sebagai tempat tinggal Adam bukanlah jannatu ‘l-khuldi yang di langit. Memang, tidak menutupi kemungkinan bahwa surga yang ditempati Adam merupakan surga yang tempatnya lebih tinggi dibanding permukaan bumi yang ada pepohonan, buah-buahan dan kenikmatan, sesuai dengan keterangan Allah: "Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya." Qs. 20 : 118-119
Maksudnya, bahwa di dalam surga itu engkau tidak akan kehausan, telanjang karena tak ada pakaian, perut tidak kelaparan dan tidak terjemur matahari karena tempatnya terbuka tanpa pepohonan. Tetapi, tatkala Adam dan Hawa makan, mereka turun ke bumi yang penuh kelelahan, kesulitan dan ujian.
Adapun orang yang berpendapat bahwa Adam dan Hawa tinggal di Jannatu ’l-Huldi yang ada di langit, dan akhirnya diiperintahkan turun ke bumi beralasan dengan firman Allah, "Kami berfirman, turunlah kamu dari surga itu." Qs. al-Baqarah : 38
Akan tetapi, dapat dibantah, bahwa lafazh ih bihtu dapat juga berarti al-intiqal (pindah dari satu tempat ke tempat lain) seperti firman Allah, "….Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta…." Qs. al-Baqarah : 61
Dan firman Allah kepada Nabi Nuh untuk meninggalkan perahunya, "Difirmankan, ‘Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh berkat Kami atasmu." Qs. 11 : 48


Ajaran dan Keteladanan Nabi Adam
Kemuliaan Manusia
Di antara celaan yang biasa dilontarkan kepada Islam, bahwa Islam dianggap tidak memuliakan dan mengangkat derajat manusia. Demikian keterangan dari kitab yang berjudul Hadharatu ‘l-Islam (karya seorang Orientalis bernama al-Nimsawy).
Penulis buku tersebut menerangkan, Islam, sejak awal kelahirannya tidak mengakui harkat kemuliaan manusia melainkan sangat sedikit. Bahkan al-Qur’an sendiri merenggutnya dengan suatu keterangan yang menjelaskan tentang asal kejadian jasmaniahnya.
Para pengamat yang jeli dalam menanggapi pernyataan tersebut, segera mengetahui bahwa kisah Adam yang diungkapkan oleh al-Qur’an sejak awal hingga akhirnya merupakan tangkisan terhadapnya. Karenanya, yang benar ialah, bahwa al-Qur’an justru mengangkat derajat dan kemampuan manusia lebih tinggi dari pada anggapan filsafat, agama, dan aliran sosial mana pun.
Adapun tuduhan bahwa al-Qur’an merenggut derajat dan menghina manusia dengan mengungkapkan asal kejadian jasmaniahnya, bagi para pengkaji al-Qur’an, hal tersebut merupakan ungkapan peringatan bagi manusia tentang kehinaan dan kelemahannya. Sedangkan asal kejadiannya, menurut pandangan mereka adalah dari lumpur atau tanah liat atau nuthfah (sel mani). Dan pendapat ini diakui secara alamiah. Di samping itu, ungkapan al-Qur’an tentang asal kejadian manusia dimaksudkan sebagai pengendali keliaran tipu dayanya sehinga ia tidak melampaui batas, mengkufuri penciptanya, berbuat zhalim dan takabur terhadap sesamanya.
Dalam kisah Adam dijelaskan kepada kita bahwa Allah menciptakan manusia dimaksudkan untuk menjadi khalifah di bumi, bertugas mengelola dan memanfaatkan kemakmurannya. "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’" Qs. al-Baqarah : 30
Selanjutnya Allah berfirman: "Dialah yang menjadikan segala yang ada di bumi." Qs. al-Baqarah : 29
Dan Allah telah menyediakan segala sarana yang memungkinkan manusia bisa merealisasikan tugas kekhalifahannya, dengan mengajar seluruh nama benda. "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya…" Qs. al-Baqarah : 31
Maksudnya, Allah mengajar Adam sehingga memahami dan mengerti nama-nama benda, ilmu pengetahuan dan segala sarana yang dapat digunakan untuk merealisasikan tugasnya. Kemudian kita bisa melihat bentuk kedua pemuliaan Adam, yakni perintah Allah kepada seluruh malaikat untuk bersujud kepadanya, sebagai penghormatan atas kemuliaan, bukan sujud dalam artian ibadah. "Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." Qs. 15 : 29
Apabila kita sebut kemuliaan Adam, berarti mencakup kemuliaan seluruh keturunannya, sesuai dengan penjelasan al-Qur’an sebagai berikut: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."
Qs. 17 : 30
Ayat ini menunjukkan kemuliaan semua jenis manusia, tidak pandang warna kulit, bangsa (aria maupun samia), jenis kelamin, yang kuat atau yang lemah karena Allah menyebutnya dengan Bani Adam.
Perhatikan dengan seksama kandungan ayat ini: "Kami angkut mereka di daratan dan lautan." Ini merupakan gambarannya. Hamparkan untuknya segala isi daratan dan lautan. Pada zaman dahulu hewan-hewan dan sampan-sampan merupakan alat transportasi. Sekarang, kita dipahami bahwa sarana transportasi semakin modern, berdasarkan pengetahuan yang dilimpahkan Allah sejak mula-mula penciptaan manusia. Sehingga pada saatnya, manusia dapat menciptakan pesawat terbang, kereta api, mobil, dan kapal-kapal laut yang serba modern.
Perhatikan juga ayat berikut ini: "Kami beri mereka dengan rezki dari yang baik-baik." Ini juga merupakan gambaran nyata tentang kemuliaan manusia dalam masalah makanan dan minuman. Dan firman-Nya yang berarti: "Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan," merupakan keterangan tentang keadaan manusia yang mempunyai kelebihan atas semua makhluk.
Demikian kenyataan, sehingga logis jika manusia sadar dan merasa bahwa dirinya khalifah di bumi ini. Sujudnya malaikat kepadanya (memberi penghormatan) itu menunjukkan bahwa manusia berhak dimuliakan dan mempunyai kelebihan atas semua makhluk ciptaan Allah. Itu semua adalah merupakan celah-celah penting bagi manusia untuk mencapai peningkatan derajat secara maknawi melalui sarana peradaban.
Sesudah dijelaskan secara panjang lebar tentang kemuliaan manusia, sekarang cobalah jelaskan alasan yang mendukung pendapat para filosof modern yang berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang hina dina. Dikatakan, bahwa manusia tidak lebih dari binatang kecil atau ulat menjijikkan yang hidup di tempat-tempat kotor, seperti kata Chartres, atau tidak lebih dari seekor kera yang diciptakan Allah melalui proses evolusi yang menjelma seorang manusia, seperti yang dikatakan Nietzche.
Ini semua adalah pandangan-pandangan tidak sehat dan lemah yang dapat membunuh cita-cita manusia, membuat manusia frustasi dan pesimis. Padahal pandangan al-Qur’an selalu menumbuhkan optimisme, rasa harga diri dan terhormat.

Akibat Kesombongan
Dari kisah Adam, kita bisa mengambil pelajaran agar menjauhkan diri dari sifat sombong, setelah Allah menjelaskan akibatnya. Ketika Iblis berlaku sombong tidak mau menurut perintah Allah, maka ia ditimpa kehinaan dan diusir dari surga secara tak terhormat. Firman Allah menyatakan, "Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina." Qs. al-A’raaf : 13
Senada dengan makna ayat ini Rasul saw bersabda: "Barang siapa tunduk kepada aturan Allah, niscaya Allah naikkan (derajatnya), dan barang siapa sombong, Allah akan menghinakannya." Rasulullah saw menjelaskan pengertian sebagai berikut: "Kesombongan itu penghalang (pelaksanaan kebenaran) dan pembantai (kemuliaan) manusia."
Maka, pengertian al-Kibru berdasarkan hadits tersebut ialah sifat egois atau individualis. Orang-orang yang bersifat demikian menghendaki seolah-olah dirinya ‘tuhan’ di dunia ini. Ia tidak mau tunduk kepada kebenaran atau menerima kritik membangun dari orang lain. Karena mereka berpendirian tidak akan mengikuti orang lain, ia bertindak sewenang-wenang dan kejam terhadap orang yang di bawah kekuasaannya.
Menurut al-Qur’an, akibat kesombongan adalah kepedihan, karena mendapat murka Allah. "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong." Qs. 16 : 23
Orang yang sombong wajib mendapat hukuman pedih dan diseret dari kelompok orang-orang Mu’min kemudian dijebloskan ke dalam kelompok orang-orang terkutuk. Oleh karena itu, Allah berfirman, "Keluarlah dari surga, sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai Hari Kiamat." Qs. 15 : 34-35
Demikian akibat dari kesombongan, karena sesungguhnya kesombongan itu mengakibatkan lemahnya akal. Imam Ja’far as-Shadiq memberikan gambaran yang sangat jitu dalam masalah ini dengan perkataannya, "Kesombongan yang masuk ke dalam hati seseorang, akan keluar dari akalnya sesuai dengan kesombongan yang memasukinya."

Dakwah sebagai Pembinaan Ruhani
Dari kisah Adam, terdapat nilai dakwah kepada manusia untuk membina masalah ruhaniah, mengurangi dan mengekang tingkah buruk yang ada pada diri Adam. "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." Qs. 15 : 28
Menurut ketentuan al-Qur’an manusia adalah makhluk yang diciptakan dari materi (yang disebut tanah liat). Sedangkan ilmu pengetahuan sendiri menentukan bahwa tubuh manusia itu terbentuk dari unsur-unsur yang ada pada tanah. Penciptaan manusia dari materi itu, menimbulkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan logis antara lain, manusia mempunyai kecenderungan untuk terpenuhinya kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, kekayaan, kehormatan dan mengembangkan keturunan. Di samping itu, manusia menurut tabiat materialnya mempunyai kecenderungan menghina, memukul, membunuh, memberontak, balas dendam, menguasai dan takabur.
Manusia, di samping makhluk yang diciptakan dari unsur material, juga ditiupkan ruh di dalamnya oleh Allah swt. "Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) ruh (ciptaan)Nya."
Qs. 32 : 9
Peniupan ruh ke dalam tubuh manusia merupakan rahasia Allah dan ditempatkannya ruh dalam tubuh manusia dimaksudkan agar bisa mengendalikan diri ke arah iman kepada Tuhan penciptanya, bersyukur, berserah diri, mengajaknya untuk iradah Allah dalam kehidupan ini dan menegakkan etika hidup berupa keadilan, kejujuran, kesantunan, cinta kebenaran dan kebaikan. Oleh sebab itu Allah mensifati hamba beriman sebagai berikut: "…Mereka itu orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya…." Qs. 58 : 22
Yang dimaksud ruh bukanlah sekedar nyawa yang bisa mengakibatkan adanya kehidupan. Sebab jika diartikan demikian maka kehidupan manusia disamakan dengan kehidupan binatang. Dan jika manusia disamakan dengan kehidupan binatang, berarti tidak mempunyai kemuliaan atau kehidupan binatang, berarti tidak mempunyai kemuliaan atau ketinggian derajat yang harus dihormati oleh para malaikat sebagaimana diperintahkan Allah itu.
Dalam al-Qur’an tidak diterangkan bahwa maksud penyebutan ruh itu dialirkannya kehidupan hewani dalam tubuh manusia. Menurut pemahaman al-Qur’an, yang disebut manusia meliputi materi, ruh dan fitrah yang terpadu antara manusia iman kepada Allah dan penyerahan diri pada-Nya serta ketinggian akhlaq, dan antara perjalanan ke bumi sampai tertariknya menikmati kenikmatan hewani. Maksudnya, manusia mempunyai kebutuhan hidup jasmaniah seperti halnya hewan, yang dibedakan oleh adanya fitrah tersebut. Berdasarkan keterangan ini, lebih tampak kontradiksi antara teori al-Qur’an dengan teori Darwin (Yahudi) yang mengatakan bahwa semua teori tentang kejadian manusia tidak ada yang menyebutkan adanya fitrah. Dan penafsiran aliran materialisme yang mengatakan bahwa kecenderungan etika bukan fitrah manusia, akan tetapi tumbuh mengikuti pertumbuhan ekonomi, sosial, dan materi di mana manusia itu berada. Jadi, etika merupakan sesuatu yang datang dari luar dirinya yang dibebankan kepadanya.
Kontradiksi antara al-Qur’an dan materialisme ini tidaklah terlalu aneh lantaran penafsiran-penafsiran hewani tentang manusia itu sendiri. Rupanya, pendapat tersebut banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin yang banyak mempengaruhi aliran-aliran di Eropa pada abad sembilan belas sampai dengan permulaan abad dua puluh. Aliran tersebut pada hakekatnya justru merenggut manusia dari harkat kemanusiannya dan menjebloskannya ke derajat hewani.

Pandangan Ilmu Pengetahuan tentang Materi (Asal Kejadian) Manusia
Al-Qur’an menjelaskan kepada kita tentang materi asal kejadian Adam dan keturunannya. "(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah’." Qs. 38 : 71
Berdasarkan keterangan ayat ini tanah adalah merupakan asal kejadian manusia. Dan andaikan tanah itu sudah berubah melalui proses sehingga menjadi manusia, sebagaimana telah diketahui bahwa yang dimaksud adalah debu yang bercampur dengan air (lumpur). Allah berfirman, "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk." Qs. 15 : 26
Yang dimaksud dengan Hamaun Masnun ialah tanah hitam yang sudah berubah baunya. Al-Baidhawy dalam tafsirnya mengatakan, "Yang dimaksud ‘Al-Hamau ‘l-Masnun’ adalah tanah yang berubah kehitaman akibat dilalui aliran air dalam jangka waktu yang panjang."
Al-Qur’an menjelaskan bahwa penciptaan manusia berasal dari tanah dan air. Adapun penciptaan manusia dari tanah itu merupakan sesuatu yang didukung oleh kenyataan dan diakui ilmu pengetahuan. Kalau anda mengambil bagian atau potongan tubuh manusia, kemudian diteliti menurut proses penelitian laboratorium, maka akan anda dapatkan bahwa potongan tubuh manusia tersebut terdiri dari unsur-unsur yang di antaranya adalah debu atau tanah. Oleh karena itu, jika manusia mati, maka tubuhnya akan melebur menjadi tanah.
Adapun masalah air, para sarjana biologi berkeyakinan bahwa awal kehidupan dimulai pada air yang manis, walaupun segolongan kecil dari mereka menentang pendapat ini. Memang, kehidupan tidak hanya dimulai pada air saja, tetapi walaupun tidak secara detail ilmiah, bisa kita katakan bahwa kehidupan itu tidak bisa sama sekali meninggalkan unsur air. Sebab, semua bentuk kehidupan bisa berlangsung berkat adanya protoplasma dan persenyawaan semangat hidup di dalamnya. Para ahli ilmu tumbuh-tumbuhan memberikan pengertian bahwa protoplasma adalah asas bagi kehidupan. Jadi, kehidupan dan air dalam pertumbuhannya adalah persenyawaan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Maka benarlah firman Allah, "….Dan dari pada air, Kami jadikan sesuatu yang hidup… Qs. 21 : 30

Ajaran Menjauhi Keburukan
Dalam kisah ini al-Qur’an menceritakan tentang permusuhan Iblis terhadap Adam. Syaithan membujuknya dan melakukan tipudaya agar Adam mau makan buah dari sebatang pohon yang dilarang Allah mendekatinya. Adam terperdaya dengan bujuk rayu syaithan dan hingga akhirnya melanggar larangan Allah dan mengakibatkan dikeluarkan dari surga sebagai imbalan atas kemaksiatannya. Permusuhan Iblis tidak hanya berhenti sampai Adam, bahkan berlanjut sampai kepada keturunannya hingga Hari Kiamat nanti. Allah berfirman, "Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaithan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga." Qs. al-A’raaf : 27
Sudah kita terangkan di atas bahwa Allah meniupkan ruh kepada Adam, dan seluruh manusia adalah keturunannya. Karenanya tipu daya syaithan yang senantiasa menjauhkan manusia dari sifat yang terpuji atau menjerumuskan ke jurang keburukan. Dari sebab ini timbul pertentangan antara kebaikan dan keburukan pada diri manusia yang merupakan cobaan dan ujian. Apabila manusia berjihad melawan hawa nafsu dan menang, maka dia akan mendapatkan keberuntungan berupa nikmat dan ridha Allah. Dan sebaliknya, jika ia bisa dikuasai hawa nafsunya, menuruti tipu daya syaithan yang menjerumuskan ke dalam jurang kebathilan itu, akibatnya ia menjadi orang yang merugi.
Dalam pembahasan ini lebih baik kiranya jika kita bicarakan tentang syaithan, gangguannya dan pengaruhnya terhadap manusia agar para pembaca menjauhi dan berjihad melawan nafsunya, sehingga mampu mencapai ketinggian ruhaniah untuk kebahagiaan dunia dan akhiratnya.
Tabiat Iblis dan syaithan: Iblis adalah nenek moyang syaithan. Iblis dan keturunannya adalah jin yang maksiat (durhaka). ".…(Sujudlah mereka) kecuali Iblis. Dia adalah golongan Jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya." Qs. 18 : 50
Jin adalah satu jenis makhluk halus (ruh) yang berakal dan berkemauan. Mereka adalah mukallafunseperti manusia. Hanya saja, mereka tidak hidup di alam nyata seperti manusia. Mereka tidak bisa dijangkau oleh panca indra. Tabiat dan bentuknya tidak bisa dilihat hakekatnya. Allah berfirman, "Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka."
Qs. al-A’raaf : 27
Dan jin itu diciptakan dari api. "Dan Kami telah menciptakan Jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas."Qs. 15 : 27
Dan Iblis berkata kepada Tuhannya: "Engkau ciptakan aku dari api."
Qs. al-A’raaf : 12
Jin itu menjadi beberapa golongan, di antara mereka ada yang berbuat kebaikan dan ada pula yang sesat dan membuat kerusakan. "Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada pula yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda."
Qs. 72 : 11
Syaithan adalah musuh manusia: Iblis dan sekutunya, yakni syaithan adalah musuh-musuh manusia yang senantiasa menanamkan ajakan-ajakan buruk dan bathil ke dalam diri manusia. "….Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan karena sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kamu ketahui." Qs. al-Baqarah : 168-169
Allah telah membebaskan syaithan untuk menggoda manusia. Syaithan itu selalu menghiasi manusia dengan keburukan dan memperdayakannya dengan kemungkaran, baik manusia itu sebagai Nabi atau lainnya. Allah berfirman, "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia." Qs. al-An’am : 112
Diriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa ia bersabda, "Tak seorangpun di antara kamu yang tidak digoda oleh golongan Jin yang senantiasa menyertaimu. Para sahabat bertanya, ‘Adapun engkau bagaimana hai Rasul?’ Beliau menjawab, ‘Saya pun demikian pula, hanya Allah selalu melindungiku sehingga aku terbebas, Allah tidak menyuruhku kecuali yang baik." HR. Muslim
Syaithan adalah sumber kejahatan dalam wujudnya, di samping sebagai pengajak kejahatan dan kerusakan di bumi. Karenanya syaithan adalah pengisi setiap orang yang berjiwa kosong dan menyelewengkannya kepada kecenderungan nafsu seksual, menjatuhkan martabat, menanamkan sifat memperbudak dan kecenderungan melakukan kerusakan. Dia jugalah yang melontarkan permusuhan dan kemarahan di antara manusia, antara seseorang dengan saudaranya, antara suami dan istri, antara golongan ummat dengan jama’ahnya. Allah berfirman, "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang telah baik (benar). Sesungguhnya syaithan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka." Qs. 17 : 5

Syaithan tidak kuasa menggoda orang Mu’min
Hati adalah nur (cahaya), jika jiwa itu telah matang. Dan menerangi hati dapat menghapus dan melenyapkan godaan-godaan syaithan. Allah berfirman, "Apabila kamu membaca al-Qur’an hendaklah kamu hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk. Sesungguhnya syaithan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya."
Qs. 16 : 98-99
"….Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman."
Qs. al-a’raaf : 27
Tidak ada senjata yang paling ampuh untuk mengusir syaithan selain mengingat Allah dan berhati-hati dalam bertindak, baik di tengah-tengah orang lain maupun sendirian karena ketakutannya kepada Allah. Dzikir kepada Allah itu dapat menjernihkan hati dan menanamkan rasa cinta terhadap kebenaran dan berbuat kebaikan. Di samping itu dapat melemahkan kecenderungan ke arah kebathilan dan keburukan, sehingga syaithan tidak menemukan jalan untuk memasukinya. "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaithan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya." Qs. al-A’raaf : 201
Artinya, sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila digoda syaithan untuk berbuat maksiat, mereka sadar bahwa syaithan itu musuhnya. Ingat akan siksa Allah bagi orang yang mengikuti syaithan, dan banyaknya pahala Allah bagi orang yang taat kepada-Nya, mereka itulah yang bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan, antara haq dan bathil. Karenanya mereka menjauhi syaithan dan godaannya.
Perlu dicatat, bahwa syaithan tidak akan mengganggu manusia kecuali jika manusia tidak berdzikir kepada Allah. Dalam hal ini, Allah berfirman, "Barang siapa berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (al-Qur’an), Kami adakan baginya syaithan (yang menyesatkan) maka syaithan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya." Qs. 43 : 36
Maksudnya, sesungguhnya orang yang lalai berdzikir kepada Allah memudahkan syaithan untuk mendekatinya. Sebaliknya, orang yang selalu ingat (dzikir) kepada Allah maka syaithan akan menjauhinya. Ringkasnya, di alam ghaib ada makhluk halus yang bernama syaithan. Panca indra kita tidak dapat mengetahuinya walaupun dapat berhubungan dan mempengaruhi jiwa kita ke arah kejahatan yang diistilahkan oleh Allah dalam al-Qur’an dengan kata-kata was-wasan, nazghan dan massan. Kita merasakan adanya pengaruh ini namun tidak tahu dari mana sumber datangnya pengaruh itu. Pengaruh syaithan pada ruh (jiwa) itu tak ubahnya seperti bakteri dalam tubuh. Bakteri cepat sekali memasuki bagian-bagian tubuh yang lemah dan menyerangnya. Untuk menaggulangi serangan bakteri itu harus dilakukan terapi medis tertentu. Demikian halnya dengan menaggulangi pengaruhnya dengan memperkokoh kekuatan ruhani. Maksudnya, ruhani diisi dengan iman, ketakwaan, munajat dan keikhlasan beribadah kepada-Nya, serta meninggalkan segala bentuk keburukan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, sehingga kebaikan, benci terhadap kebathilan bisa tertanam dalam jiwa. Dengan kondisi ruhaniah demikian, tentunya akan bisa mengatasi pengaruh-pengaruh syaithan berupa kejahatan dan kebathilan.
Taubat dapat mengusir syaithan, dengan taubat yang sebenar-benarnya maka kebaikan akan dapat mengalahkan keburukan. Dan pada saat kebaikan dapat mengalahkan keburukan itu, berarti syaithan mundur teratur tunduk kepada manusia yang mendapat petunjuk Allah. Karenanya, jika kita tergelincir ke dalam kemaksiatan, ingatlah teladan yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita, Adam, yang melakukan taubat dan berusaha mengisi kehidupan dengan kesucian dan keutamaan. Dengan demikian kita akan terbebas dari cengkeraman pengaruh dan godaan syaithan.
"Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaithan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pendengar lagi Maha Mengetahui."
Qs. al-A’raaf : 200



Kisah Qabil dan Habil
Qabil dan Habil, keduanya adalah putra Adam as. Al-Qur’an mengisahkan keduanya agar menjadi i’tibar dan hikmah orang-orang mu’min.
Qabil adalah seorang yang bermental buruk, selalu melakukan keburukan, dosa, tamak dan menentang kebenaran. Habil adalah saudaranya, seorang yang saleh, taqwa dan selalu berbuat kebenaran. Di antara keduanya sering timbul perselisihan. Habil selalu mempertahankan kebenaran, sedang Qabil selalu menentangnya. Perselisihan antara keduanya sering terjadi hingga akhirnya sampai ke suatu titik kritis, yakni peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil terhadap adiknya, Habil. Di antara sebab perselisihan mereka ada dua pendapat:
Pertama, Habil adalah seorang peternak yang mempunyai ternak kambing, sedangkan Qabil adalah seorang petani yang memiliki tanaman pertanian. Masing-masing melakukan kurban dengan mengeluarkan harta yang dimiliki mereka masing-masing. Habil memilih seekor domba yang paling baik untuk dijadikan kurban, sedangkan Qabil memilih gandum yang terburuk dari hasil pertaniannya untuk berkurban. Kemudian keduanya menyerahkan harta kurban masing-masing kepada Allah. Tiba-tiba turunlah api dari langit yang membakar kurban Habil dan membiarkan kurban Qabil. Setelah Qabil mengetahui Allah menerima kurban saudaranya dan tidak menerima harta kurbannya, timbullah rasa dengki yang kemudian membunuh adik kandungnya itu.
Kedua, dikisahkan bahwa Nabi Adam as mempunyai anak yang masing-masing dilahirkan oleh istrinya kembar dua, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Yang pertama, Qabil dengan saudari kembarnya perempuan, yang kedua Habil dengan saudari kembarnya. Adam ingin menjodohkan masing-masing anaknya secara bersilang. Qabil dengan saudari kembar Habil, dan Habil dengan saudari kembar Qabil. Kebetulan, saudari kembar Qabil adalah wanita cantik sehingga ketika Adam akan mengawinkannya dengan Habil, Qabil menolak dan menantang ayahnya dan berkata, ‘Saya lebih berhak memperistri saudari kembarku, sedangkan Habil lebih berhak memperistri saudari kembarnya. Bukanlah hal yang bersilang ini tidak lain hanyalah pendapatmu belaka!" Kemudian Adam memerintahkan kedua anak laki-lakinya melakukan kurban. Barang siapa yang kurbannya diterima akan dijodohkan dengan anak yang cantik (saudari kembar Qabil) itu. Ternyata, yang diterima Allah adalah qurban Habil. Turunlah api dari langit menyambar dan menelan kurban Habil, dan akhirnya timbullah rasa dengki terhadap adiknya, yang kemudian terjadi pembunuhan.
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), ‘Aku pasti membunuhmu.’ Berkata Habil, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu, aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan demikian itulah pembalasan bagi orang-orang zhalim.’ Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah. Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi." Qs. al-Maidah : 27-30
Perkataan takwa yang diucapkan Habil ketika berdialog dengan Qabil, sebenarnya sangat tepat untuk mengingatkan dirinya atau Qabil yang ingin melakukan kejahatan itu. Namun, Qabil bukanlah ahli takwa. Karenanya, Allah tidak menerima kurbannya karena kedengkian yang meliputi hatinya memuncak dan menimbulkan suatu keinginan keras untuk membunuh adiknya. Kemudian kita berdalih kepada firman Allah yang mengisahkan ucapan saudara teraniaya (Habil) ketika mengatakan, ‘Sesungguhnya kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan seru sekalian alam.
Dari sini kita tahu kemuliaan mentalitas Habil yang penuh takwa dan kebaikan. Mental Habil untuk menolak untuk membalas kejahatan yang akan dilakukan kepadanya, karena pembunuhan benar-benar tidak cocok dengan sifat mentalnya. Ia benar-benar takut kepada Allah Rabbu’l-Alamin. Barang siapa takut kepada Allah tidak akan berbuat zhalim terhadap seseorang. Rasa takut kepada Allah merupakan benteng yang kuat untuk mencegah perbuatan salah dan dosa di dunia ini. Karenanya, jika para pendidik dan penegak kebenaran mengerti tentang fungsi takwa ini, tentu mereka akan beramal dan takut bermaksiat kepada Allah, dan akan tercapailah masyarakat yang kokoh, kuat dan penuh kedamaian.
Tetapi, Qabil yang dapat dikuasai oleh cengkeraman kemaksiatan, rapuhlah perrtahanan dirinya terhadap gelora nafsu jahatnya. "Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang rugi." (Qs.5:30)
Pertentangan sengit itu, hakekatnya tidak terjadi pada diri Qabil dan Habil. Tetapi pertentangan sengit yang sebenarnya terjadi antara Qabil dan hawa nafsunya, atau antara Qabil dengan kemauan jahatnya. Dalam keadaan demikian, mestinya Qabil harus bertahan mengekang keliaran nafsunya untuk meloloskan diri dari cengkeraman nafsu jahat itu. Namun, Qabil itu lemah dalam menghadapi kelemahan dirinya dan keliaran nafsunya, sehingga ia dapat dijerumuskan nafsu jahatnya untuk membunuh saudaranya. Demikian itulah jenis dengki yang amat ganas. Hasad, adalah perbuatan dosa kepada Allah yang pertama terjadi di langit dan bumi. Di langit, perbuatan hasad dilakukan oleh Qabil terhadap Habil.

Pelajaran dari Burung Gagak
Setelah Qabil membunuh saudaranya ia mendiamkan begitu saja mayat adiknya karena tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Kemudian Allah mengutus dua ekor burung gagak, keduanya berkelahi hingga akhirnya terbunuhlah salah satu di antaranya. Gagak yang masih hidup kemudian melobangi tanah dengan paruh dan kakinya. Setelah selesai, dilemparkannya gagak yang sudah mati itu ke dalam lobang dan ditimbun dengan tanah. Ketika Qabil melihat gagak mengubur seekor gagak yang dibunuhnya, tersentuhlah hatinya. Ia tidak merasa lega hatinya kalau dirinya kalah dengan seekor gagak dalam masalah kebaikan. Maka, dikuburkanlah saudaranya ke dalam tanah kemudian ia menyesali perbuatannya seraya berkata, ‘Kenapa diriku ini hanya memiliki lebih sedikit penghormatan kepada yang lain dibandingkan dengan seekor gagak.
Inilah maksud dari firman Allah tersebut berikut ini, "Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil, ‘Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?’ Karena itu jadilah ia seorang di antara orang-orang yang menyesal." Qs. al-Maidah : 31