(diambil dari ‘Koleksi Nabi-nabi dalam al-Qur’an’ oleh
Dr.Afif Abdullah)
Lahirnya
Adam
Kisah penciptaan Adam dimulai dari
dialog antara Allah dan para malaikat sebagai berikut. Allah mengkabarkan
kepada para malaikat, bahwa Allah akan menciptakan Adam dan keturunannya
sebagai khalifah di bumi. Berarti Allah akan menempatkan dan menjadikan Adam
sebagai penguasa di bumi. Tetapi para malaikat takjub mendengar kabar ini
karena yang akan menjadi khalifah Allah di bumi tidak menyamai kekasihsayangan
dan kesucian malaikat-malaikat langit. Padahal Allah telah menciptakan makhluk
sebelum Adam, mereka membuat kerusakan di bumi.
Malaikat seraya bertanya kepada Tuhan,
"Apakah Engkau akan menjadikan manusia yang akan membuat kerusakan di
dalamnya dengan melakukan maksiat dan pertumpahan darah. Sementara kami
mensucikan-Mu dari hal-hal yang tidak sesuai dengan kemuliaan-Mu dan kami
mengagungkan-Mu sebagai tanda syukur kepada-Mu".
Malaikat berkata demikian kepada
Tuhannya karena merasa dirinya lebih baik daripada makhluk yang akan dijadikan
sebagai khalifah. Karenanya mereka merasa lebih berhak atau sesuai dijadikan
khalifah di bumi dibanding manusia. Akan tetapi Allah menjawab dengan
mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui rahasia dan hikmah penciptaan Adam.
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’" Qs. al-Baqarah : 30
Kedudukan Adam sebagai Nabi
Setelah menciptakan Adam, Allah mengajarnya nama-nama
segala sesuatu, hakekatnya dan kekhususannya, agar dapat diambil manfaat
sebagai bekal hidup di bumi. Kemudian Allah menunjukkan kepada malaikat bahwa
makhluk yang diremehkan ini mempunyai lebih banyak ilmu dan pengetahuan daripadanya.
Oleh karena itu, Allah meminta agar mereka menyebutkan nama-nama segala sesuatu
dan kekhususannya andaikan mereka masih menganggap remeh terhadap Adam sebagai
khalifah di bumi dibanding mereka. Akan tetapi para malaikat tidak berdaya
memenuhi permintaan itu, seraya berkata kepada Tuhan, ‘Sungguh kami
memahasucikan-Mu wahai Tuhan kami dengan pemahasucian yang hanya patut
untuk-Mu. Kami tidak akan menyangkal kehendak-Mu, karena kami memang tidak
mengetahui apa yang telah Kau beritahukan kepada kami, dan Engkau Maha
Mengetahui segalanya, Maha Bijaksana dalam segala urusan yang telah Engkau
ciptakan.’
Kemudian Allah memanggil Adam untuk mengajarkan kepada
malaikat, Allah memerintahkan, ‘Hai Adam, ceritakan kepada para malaikat
jawaban dari pertanyaan yang telah Aku ajukan kepada mereka itu.’ Maka
menjawablah Adam, dan Allah menunjukkan kelebihan Adam atas mereka. Dalam
keadaan demikian, Allah mengatakan kepada malaikat, ‘Bukankah Aku telah
katakan bahwa sesungguhnya Aku ini Maha Mengetahui apa-apa yang ada di langit
dan di bumi, yang tidak diketahui oleh selain-Ku, dan Aku Maha Tahu terhadap
sesuatu yang kamu nyatakan dengan perkataanmu dan apa-apa yang tersimpan dalam
diri kamu sekalian?’
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berkata, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu orang-orang yang
benar!’ Mereka menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’ Allah berfirman, ‘Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda itu.’ Allah berfirman, ‘Bukankah
sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan
bumi dan mengetahui yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?’"
Qs. al-Baqarah : 31-33
Qs. al-Baqarah : 31-33
Pemuliaan Adam
Allah telah memberitahukan kepada kita tentang bahan
penciptaan Adam. "(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat,
‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.’" Qs. 38 :
71
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." Qs. 15 : 26
"Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar." Qs. 55 : 14
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." Qs. 15 : 26
"Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar." Qs. 55 : 14
Allah telah
menciptakan Adam dari tanah hitam dalam bentuk manusia. Sehingga ketika menjadi
kering pada batas waktu tertentu, jika diperdengarkan suara, dia dapat
mendengar. Allah mengubahnya secara bertahap, kemudian ditiupkan ruh dari Allah
kepadanya. Maka jadilah manusia yang terdiri dari daging, darah, otot yang
bergerak menurut kemauannya dan pikirannya. Kemudian Allah menyuruh malaikat
agar menghormati Adam dengan cara bersujud kepadanya. Sujud dalam arti
memuliakan, bukan sujud dalam artian peribadatan. Karena Allah tidak menyuruh
seseorang untuk beribadah kepada selain-Nya.
"Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku menyempurnakan kejadiannya, dan
telah meniupkan kepadanya ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.’"Qs. 15 : 28-29
Dalam ayat ini,
Allah mengistimewakan Adam dengan tiga kemuliaan:
Pertama, Allah
telah menjadikannya dengan ‘tangan’Nya.
Kedua, Allah
telah meniupkan kepadanya ruh daripada-Nya.
Ketiga, Allah
menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya.
Sujudnya Malaikat dan Penolakan Iblis
Seluruh malaikat
bersujud kepada Adam dan mematuhi perintah Allah, kecuali Iblis yang menolak
melakukan sujud karena sombong dan keras kepala. Allah yang sebenarnya Maha
Tahu bertanya kepadanya, alasan apa yang menyebabkan Iblis tidak mau bersujud
kepada Adam setelah Allah memerintahkannya. Iblis beralasan bahwa diri mereka
lebih utama daripada Adam dilihat dari asal kejadiannya, dia diciptakan dari
api sedangkan Adam dari tanah. Dan api, menurut pendapat Iblis lebih utama
daripada tanah, sehingga dia menunjukkan rasa takabur yang berlebihan. Ketika
itu Allah mengusir Iblis dari surga dan melaknat selama-lamanya (sampai Hari
Kiamat) karena kesombongannya itu.
"Lalu seluruh
malaikat-malaikat itu sujud semuanya kecuali Iblis, dia menyombongkan diri dan
adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. Allah berfirman, ‘Hai Iblis, apakah
yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua
tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk
orang-orang yang (lebih) tinggi?’ Iblis berkata, ‘Aku lebih baik daripadanya,
karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.’
Allah berfirman, ‘Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah
orang yang diusir, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai Hari
Pembalasan.’"
Qs. 38 : 73-78
Qs. 38 : 73-78
Iblis
Diusir dari Surga
Akibat pembangkangan dan kesombongan
Iblis untuk bersujud kepada Adam adalah diusirnya dari surga dalam keadaan
hina-dina. Kemudian Iblis meminta kepada Allah agar dipanjangkan umurnya sampai
Hari Kiamat. Allah pun mengabulkan permintaannya karena ada suatu hikmah yang
dimaksudkan oleh-Nya. Permohonannya itu disertai dalih sebagai berikut: "Lantaran
Hukuman yang dijatuhkan kepadaku berupa kehancuran, hai Tuhan, maka aku
bersumpah akan berusaha secara maksimal untuk menyesatkan anak cucu Adam dan menyelewengkan
mereka dari jalan yang lurus (benar). Aku akan datangi dari segala penjuru
untuk mengamati kelalaian dan kelemahan mereka sehingga aku mudah bisa berhasil
menyesatkan dan merusak mereka, dan akan kujadikan mereka orang-orang yang
tidak mau bersyukur kepada-Mu." Akan tetapi Allah segera menghardiknya
seraya berfirman, "Keluarlah kamu dari surga ini bedebah-hina, kamu
tidak akan mendapat rahmat-Ku, dan Aku bersumpah akan memenuhi Jahannam dengan
kamu sekalian dan orang-orang yang mengikutimu." Begitulah kiranya
yang diturunkan oleh Allah dalam al-Qur’an surat al-A’raaf ayat 13-18.
Dan di tempat lain al-Qur’an
menerangkan Iblis untuk menyesatkan manusia dengan pengecualian hamba-hamba
Allah yang saleh, "Dan (ingatlah) tatkala Kami berfirman kepada para
malaikat, ‘Sujudlah kamu semua kepada Adam’, lalu mereka sujud kecuali Iblis.
Dia berkata, ‘Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari
tanah?’. Dia (Iblis) berkata, ‘Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang
Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku
sampai Hari Kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali
sebagian kecil.’ Tuhan berfirman: ‘Pergilah, barang siapa di antara mereka yang
mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua,
sebagai suatu pembalasan yang cukup. Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di
antara mereka dengan ajakan kamu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan
berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada
harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan
oleh syaithan kepada mereka melainkan tipuan belaka. Sesungguhnya
hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu
sebagai penjaga.’"Qs. 17 : 61-65
Maksudnya, Allah memerintahkan kepada
malaikat agar menghormati dan memuliakan Adam dengan menunduk memberi
penghormatan. Mereka segera melaksanakan perintah Allah kecuali Iblis yang
membangkang dan berkata, ‘Bagaimana aku harus menghormati orang yang Kau
ciptakan dari tanah? Ceritakanlah hai Tuhanku tentang orang-orang yang Kau
anggap lebih mulia daripadaku, ketika Engkau menyuruhku bersujud kepadanya,
mengapa dia Kau muliakan lebih dari aku padahal sebenarnya akulah yang lebih
baik daripadanya? Awas andaikan ditangguhkan kematianku sampai Hari Kiamat,
pasti akan kuhancurkan anak cucunya dengan cara menyesatkan mereka kecuali yang
Kau lindungi.’ Kemudian Allah dengan keras berfirman kepadanya, ‘Enyahlah
kamu dalam keadaan yang telah kau pilih untuk dirimu. Barang siapa di antara
anak Adam yang menurutimu maka Jahannam sebagai balasan yang sangat pedih.’
Selanjutnya seolah-olah Allah meringankan ancaman seraya berfirman, ‘Silahkan
tanamkanlah kemaksiatan kepada Allah terhadap orang yang bisa kau ajak. Kerahkan
seluruh kemampuanmu untuk membuat aneka ragam tipu daya. Ajaklah mereka mencari
harta haram dan mempergunakannya untuk maksiat. Dan membuat kufur anak-anak.
Kelabuilah mereka ke dalam kerusakan, dan berilah janji-janji bohong dan
bathil.’ Kemudian Allah membalikkan pembicaraannya dengan pedas, ‘Ketahuilah,
sesungguhnya apa yang telah dijanjikan syaithan kepada pengikutnya itu adalah
tipu daya belaka. Adapun hamba-hamba Allah yang dengan ikhlas beriman, takkan
dapat dikuasai syaithan. Syaithan tidak mampu memperdayai karena mereka
tawakkal kepada Tuhan, dan cukuplah Allah sebagai penolongnya.’
Penciptaan Hawa
Penciptaan Hawa
Allah
memerintahkan kepada Adam dan Hawa untuk tinggal di surga. Akan tetapi para
Ulama berbeda pendapat tentang waktu penciptaan Hawa di surga. Dikatakan bahwa
ketika Allah mengusir Iblis dari surga, Adam tinggal di surga sendirian dan tak
ada yang menemaninya. Maka, Allah membuatnya tidur, kemudian satu tulang rusuk
kirinya diambil dan digantikan dengan daging, selanjutnya Hawa diciptakan dari
tulang itu. Setelah bangun dari tidur, Adam mendapatkan seorang wanita yang
duduk di sebelah kepalanya, maka dia bertanya, ‘Siapakah anda?’ Dia
menjawab, ‘Wanita’. Adam bertanya, ‘Untuk apa kau diciptakan?’
Hawa menjawab, ‘Agar tinggal bersamamu’. Dalam al-Qur’an diisyaratkan
demikian. Allah berfirman: "….Yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya." Qs. an-Nisaa : 1
"…dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar ia merasa senang kepadanya…" Qs. al-A’raaf : 189
"…dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar ia merasa senang kepadanya…" Qs. al-A’raaf : 189
Tipu Daya Iblis terhadap Adam
Ketika Adam dan
istrinya menempati surga, Allah membolehkan mereka untuk bersenang-senang
dengan segala yang ada di surga. Mereka boleh memakan buah-buahan surga yang
mereka kehendaki kecuali satu jenis pohon. Bahkan Allah melarang mereka untuk
mendekatinya, dan apabila mereka melakukan akan termasuk orang yang tersesat
dan menyesatkan diri dengan melanggar larangan Allah, dan sebagai akibat
pelanggarannya itu adalah siksaan.
Iblis merasa senang mengetahui adanya
larangan yang bisa dijadikan sarana menggoda Adam dan istrinya. Maka mulailah
ia berbicara untuk memperdayakan mereka berdua agar memakan buah pohon itu
sehingga mengakibatkan terbukanya pakaian yang menutupi aurat mereka.
Iblis memang sangat pandai membuat
tipu daya. Sehingga berkata kepada Adam dan Hawa bahwa larangan Allah memakan
buah pohon tersebut agar mereka berdua tidak menjadi malaikat dan tidak kekal
di surga yang penuh kenikmatan itu. Bahkan Iblis bersumpah hanyalah menasihati
mereka berdua.
"(Dan Allah berfirman) ‘Hai
Adam, bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu
berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua
mendekati pohon ini, lalu menjadikanlah kamu berdua termasuk orang-orang yang
zhalim.’ Maka syaithan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk
menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan
syaithan berkata, ‘Tuhan kamu tidak melarang dari mendekati pohon ini,
melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau orang-orang yang kekal
(dalam surga).’ Dan dia (syaithan) bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya aku
adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.’" Qs.
al-A’raaf : 19-21
Kesalahan Adam
Kesalahan Adam
Adam dan Hawa lupa bahwa Iblis adalah
musuh sehingga mereka terjerat ke dalam fitnahnya dengan memakan buah pohon
itu. Ketika keduanya mencicipi rasa buah pohon itu, tiba-tiba aurat mereka
berdua terbuka, padahal sebelumnya mereka belum pernah saling melihat auratnya.
Saking malunya, mereka mengumpulkan dedaunan untuk menutupi aurat masing-masing
yang terbuka itu. Kemudian Allah memanggil mereka dan menegurnya, ‘Bukankah
Aku telah melarang buah pohon itu? Dan bukankah Aku telah terangkan bahwa
syaithan itu musuh besarmu?’
Adam dan Hawa merasa sangat menyesal
tentang perbuatan maksiat yang telah mereka lakukan. Kemudian bersimpuh
dihadapan Tuhan sambil berkata, ‘Hai Tuhan kami, diri kami telah sesat
dengan perbuatan maksiat terhadap-Mu. Maka ampunilah dan sayangilah kami,
andaikan Engkau tidak mengampuni dan menyayangi kami niscaya kami menjadi orang
yang merugi.’
"Maka syaithan membujuk
keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah
merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah
keduanya menutupi dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka,
‘Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan
kepadamu bahwa sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu
berdua?’ Keduanya bertanya, ‘Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.’" Qs.
al-A’raaf : 22-23
Lalu Adam dan Hawa diberi ampunan dan
dikeluarkan dari surga. "Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang." Qs. al-Baqarah : 37
Akan tetapi Allah memerintahkan Adam
dan Hawa turun dari surga ke bumi. Dan Allah memberitahukan bahwa di antara
keturunannya nanti akan mengalami permusuhan. Keturunan mereka akan menjadi
penghuni, memakmurkan bumi, dan mengenyam kenikmatan terbatas sampai datang
ajal mereka. Tuhan juga menurunkan petunjuk, barang siapa menuruti petunjuk
Allah tidak akan terjerembab ke dalam dosa dan kesengsaraan dunia.
"Allah berfirman, ‘Turunlah
kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu
mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi
sampai waktu yang telah ditentukan.’ Allah berfirman, ‘Di bumi itu kamu hidup
dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan."
Qs. al-A’raaf : 24-25
"Allah berfirman, ‘Turunlah
kamu berdua dari surgamu bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi
sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari pada-Ku, lalu
barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka." Qs. 20 : 123
Surga Ciptaan Allah sebagai Tempat
Tinggal Adam
Ulama berselisih paham tentang surga
itu berada di bumi. Sebagai alasan bahwa Allah menciptakan Adam di bumi,
seperti dapat dipahami dari firman Allah Inni ja’ilun fi’l-Ardhi Khalifah
di sini Allah tidak menyebutkan, bahwa Dia memindahkannya ke langit. Kemudian Allah
memberi sifat surga yang dijanjikan di langit adalah surga yang kekal. Apabila
surga itu yang dimaksud, maka tidak mungkin menipu Adam dengan perkataan:
"Hai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang
tidak akan binasa?" Qs. 20 : 120
Surga yang kekal itu adalah
kenikmatan, bukan tempat taklif bebanan, padahal Adam dan Hawa dibebani
peraturan tidak boleh memakan buah pohon itu. Demikian pula Allah telah
menggambarkan bahwa penghuni surga yang kekal di langit itu tidak akan keluar
lagi. "Mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya."
Qs. 15 : 48
"Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya."
Qs. 11 : 108
"Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya."
Qs. 11 : 108
Maka keluarnya Adam dan Hawa dari
surga menunjukkan bahwa surga itu bukan surga yang dijanjikan Allah pada Hari
Kiamat nanti. Dari segi lain, ketika Iblis membangkang untuk bersujud kepada
Adam, ia dikutuk dan dikeluarkan dari surga. Jika surga itu dimaksudkan surga
yang kekal, maka syaithan tidak akan bisa menjangkau surga untuk menggoda Adam
dan Hawa, sehingga mendapatkan murka Allah.
Berdasarkan keterangan tersebut, jelas
bahwa surga yang Allah berikan sebagai tempat tinggal Adam bukanlah jannatu
‘l-khuldi yang di langit. Memang, tidak menutupi kemungkinan bahwa surga yang
ditempati Adam merupakan surga yang tempatnya lebih tinggi dibanding permukaan
bumi yang ada pepohonan, buah-buahan dan kenikmatan, sesuai dengan keterangan
Allah: "Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak
akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula)
akan ditimpa panas matahari di dalamnya." Qs. 20 : 118-119
Maksudnya, bahwa di dalam surga itu
engkau tidak akan kehausan, telanjang karena tak ada pakaian, perut tidak
kelaparan dan tidak terjemur matahari karena tempatnya terbuka tanpa pepohonan.
Tetapi, tatkala Adam dan Hawa makan, mereka turun ke bumi yang penuh kelelahan,
kesulitan dan ujian.
Adapun orang yang berpendapat bahwa
Adam dan Hawa tinggal di Jannatu ’l-Huldi yang ada di langit, dan akhirnya
diiperintahkan turun ke bumi beralasan dengan firman Allah, "Kami
berfirman, turunlah kamu dari surga itu." Qs. al-Baqarah : 38
Akan tetapi, dapat dibantah, bahwa lafazh
ih bihtu dapat juga berarti al-intiqal (pindah dari satu tempat ke
tempat lain) seperti firman Allah, "….Pergilah kamu ke suatu kota,
pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta…." Qs. al-Baqarah : 61
Dan firman Allah kepada Nabi Nuh untuk
meninggalkan perahunya, "Difirmankan, ‘Hai Nuh, turunlah dengan selamat
dan penuh berkat Kami atasmu." Qs. 11 : 48
Ajaran dan Keteladanan Nabi Adam
Kemuliaan
Manusia
Di antara celaan yang biasa
dilontarkan kepada Islam, bahwa Islam dianggap tidak memuliakan dan mengangkat
derajat manusia. Demikian keterangan dari kitab yang berjudul Hadharatu
‘l-Islam (karya seorang Orientalis bernama al-Nimsawy).
Penulis buku tersebut menerangkan,
Islam, sejak awal kelahirannya tidak mengakui harkat kemuliaan manusia
melainkan sangat sedikit. Bahkan al-Qur’an sendiri merenggutnya dengan suatu
keterangan yang menjelaskan tentang asal kejadian jasmaniahnya.
Para pengamat yang jeli dalam
menanggapi pernyataan tersebut, segera mengetahui bahwa kisah Adam yang
diungkapkan oleh al-Qur’an sejak awal hingga akhirnya merupakan tangkisan
terhadapnya. Karenanya, yang benar ialah, bahwa al-Qur’an justru mengangkat
derajat dan kemampuan manusia lebih tinggi dari pada anggapan filsafat, agama,
dan aliran sosial mana pun.
Adapun tuduhan bahwa al-Qur’an
merenggut derajat dan menghina manusia dengan mengungkapkan asal kejadian jasmaniahnya,
bagi para pengkaji al-Qur’an, hal tersebut merupakan ungkapan peringatan bagi
manusia tentang kehinaan dan kelemahannya. Sedangkan asal kejadiannya, menurut
pandangan mereka adalah dari lumpur atau tanah liat atau nuthfah (sel
mani). Dan pendapat ini diakui secara alamiah. Di samping itu, ungkapan
al-Qur’an tentang asal kejadian manusia dimaksudkan sebagai pengendali keliaran
tipu dayanya sehinga ia tidak melampaui batas, mengkufuri penciptanya, berbuat
zhalim dan takabur terhadap sesamanya.
Dalam kisah Adam dijelaskan kepada
kita bahwa Allah menciptakan manusia dimaksudkan untuk menjadi khalifah di
bumi, bertugas mengelola dan memanfaatkan kemakmurannya. "Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’" Qs. al-Baqarah : 30
Selanjutnya Allah berfirman: "Dialah yang menjadikan segala yang ada di bumi." Qs. al-Baqarah : 29
Selanjutnya Allah berfirman: "Dialah yang menjadikan segala yang ada di bumi." Qs. al-Baqarah : 29
Dan Allah telah menyediakan segala
sarana yang memungkinkan manusia bisa merealisasikan tugas kekhalifahannya,
dengan mengajar seluruh nama benda. "Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya…" Qs. al-Baqarah : 31
Maksudnya, Allah mengajar Adam
sehingga memahami dan mengerti nama-nama benda, ilmu pengetahuan dan segala
sarana yang dapat digunakan untuk merealisasikan tugasnya. Kemudian kita bisa
melihat bentuk kedua pemuliaan Adam, yakni perintah Allah kepada seluruh
malaikat untuk bersujud kepadanya, sebagai penghormatan atas kemuliaan, bukan
sujud dalam artian ibadah. "Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud." Qs. 15 : 29
Apabila kita sebut kemuliaan Adam,
berarti mencakup kemuliaan seluruh keturunannya, sesuai dengan penjelasan
al-Qur’an sebagai berikut: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan lautan, Kami beri mereka
rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."
Qs. 17 : 30
Qs. 17 : 30
Ayat ini
menunjukkan kemuliaan semua jenis manusia, tidak pandang warna kulit, bangsa
(aria maupun samia), jenis kelamin, yang kuat atau yang lemah karena Allah
menyebutnya dengan Bani Adam.
Perhatikan dengan seksama kandungan
ayat ini: "Kami angkut mereka di daratan dan lautan." Ini
merupakan gambarannya. Hamparkan untuknya segala isi daratan dan lautan. Pada
zaman dahulu hewan-hewan dan sampan-sampan merupakan alat transportasi.
Sekarang, kita dipahami bahwa sarana transportasi semakin modern, berdasarkan
pengetahuan yang dilimpahkan Allah sejak mula-mula penciptaan manusia. Sehingga
pada saatnya, manusia dapat menciptakan pesawat terbang, kereta api, mobil, dan
kapal-kapal laut yang serba modern.
Perhatikan juga ayat berikut ini:
"Kami beri mereka dengan rezki dari yang baik-baik." Ini juga
merupakan gambaran nyata tentang kemuliaan manusia dalam masalah makanan dan
minuman. Dan firman-Nya yang berarti: "Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan,"
merupakan keterangan tentang keadaan manusia yang mempunyai kelebihan atas
semua makhluk.
Demikian kenyataan, sehingga logis
jika manusia sadar dan merasa bahwa dirinya khalifah di bumi ini. Sujudnya
malaikat kepadanya (memberi penghormatan) itu menunjukkan bahwa manusia berhak
dimuliakan dan mempunyai kelebihan atas semua makhluk ciptaan Allah. Itu semua
adalah merupakan celah-celah penting bagi manusia untuk mencapai peningkatan
derajat secara maknawi melalui sarana peradaban.
Sesudah dijelaskan secara panjang
lebar tentang kemuliaan manusia, sekarang cobalah jelaskan alasan yang
mendukung pendapat para filosof modern yang berpandangan bahwa manusia adalah
makhluk yang hina dina. Dikatakan, bahwa manusia tidak lebih dari binatang
kecil atau ulat menjijikkan yang hidup di tempat-tempat kotor, seperti kata
Chartres, atau tidak lebih dari seekor kera yang diciptakan Allah melalui
proses evolusi yang menjelma seorang manusia, seperti yang dikatakan Nietzche.
Ini semua adalah pandangan-pandangan
tidak sehat dan lemah yang dapat membunuh cita-cita manusia, membuat manusia
frustasi dan pesimis. Padahal pandangan al-Qur’an selalu menumbuhkan optimisme,
rasa harga diri dan terhormat.
Akibat Kesombongan
Akibat Kesombongan
Dari kisah Adam, kita bisa mengambil
pelajaran agar menjauhkan diri dari sifat sombong, setelah Allah menjelaskan
akibatnya. Ketika Iblis berlaku sombong tidak mau menurut perintah Allah, maka
ia ditimpa kehinaan dan diusir dari surga secara tak terhormat. Firman Allah
menyatakan, "Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya
menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk
orang-orang yang hina." Qs. al-A’raaf : 13
Senada dengan makna ayat ini Rasul saw
bersabda: "Barang siapa tunduk kepada aturan Allah, niscaya Allah
naikkan (derajatnya), dan barang siapa sombong, Allah akan menghinakannya."
Rasulullah saw menjelaskan pengertian sebagai berikut: "Kesombongan itu
penghalang (pelaksanaan kebenaran) dan pembantai (kemuliaan) manusia."
Maka, pengertian al-Kibru
berdasarkan hadits tersebut ialah sifat egois atau individualis. Orang-orang
yang bersifat demikian menghendaki seolah-olah dirinya ‘tuhan’ di dunia ini. Ia
tidak mau tunduk kepada kebenaran atau menerima kritik membangun dari orang
lain. Karena mereka berpendirian tidak akan mengikuti orang lain, ia bertindak
sewenang-wenang dan kejam terhadap orang yang di bawah kekuasaannya.
Menurut al-Qur’an, akibat kesombongan
adalah kepedihan, karena mendapat murka Allah. "Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong." Qs. 16 : 23
Orang yang sombong wajib mendapat
hukuman pedih dan diseret dari kelompok orang-orang Mu’min kemudian dijebloskan
ke dalam kelompok orang-orang terkutuk. Oleh karena itu, Allah berfirman,
"Keluarlah dari surga, sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya
kutukan itu tetap menimpamu sampai Hari Kiamat." Qs. 15 : 34-35
Demikian akibat dari kesombongan,
karena sesungguhnya kesombongan itu mengakibatkan lemahnya akal. Imam Ja’far
as-Shadiq memberikan gambaran yang sangat jitu dalam masalah ini dengan
perkataannya, "Kesombongan yang masuk ke dalam hati seseorang, akan
keluar dari akalnya sesuai dengan kesombongan yang memasukinya."
Dakwah sebagai Pembinaan Ruhani
Dakwah sebagai Pembinaan Ruhani
Dari kisah Adam, terdapat nilai dakwah
kepada manusia untuk membina masalah ruhaniah, mengurangi dan mengekang tingkah
buruk yang ada pada diri Adam. "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah
liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." Qs.
15 : 28
Menurut ketentuan al-Qur’an manusia
adalah makhluk yang diciptakan dari materi (yang disebut tanah liat). Sedangkan
ilmu pengetahuan sendiri menentukan bahwa tubuh manusia itu terbentuk dari
unsur-unsur yang ada pada tanah. Penciptaan manusia dari materi itu,
menimbulkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan logis antara lain, manusia mempunyai
kecenderungan untuk terpenuhinya kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat
tinggal, kekayaan, kehormatan dan mengembangkan keturunan. Di samping itu,
manusia menurut tabiat materialnya mempunyai kecenderungan menghina, memukul,
membunuh, memberontak, balas dendam, menguasai dan takabur.
Manusia, di samping makhluk yang
diciptakan dari unsur material, juga ditiupkan ruh di dalamnya oleh Allah swt.
"Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) ruh
(ciptaan)Nya."
Qs. 32 : 9
Qs. 32 : 9
Peniupan ruh ke dalam tubuh manusia
merupakan rahasia Allah dan ditempatkannya ruh dalam tubuh manusia dimaksudkan
agar bisa mengendalikan diri ke arah iman kepada Tuhan penciptanya, bersyukur,
berserah diri, mengajaknya untuk iradah Allah dalam kehidupan ini dan
menegakkan etika hidup berupa keadilan, kejujuran, kesantunan, cinta kebenaran
dan kebaikan. Oleh sebab itu Allah mensifati hamba beriman sebagai berikut:
"…Mereka itu orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan hati
mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya…."
Qs. 58 : 22
Yang dimaksud ruh bukanlah sekedar
nyawa yang bisa mengakibatkan adanya kehidupan. Sebab jika diartikan demikian
maka kehidupan manusia disamakan dengan kehidupan binatang. Dan jika manusia
disamakan dengan kehidupan binatang, berarti tidak mempunyai kemuliaan atau
kehidupan binatang, berarti tidak mempunyai kemuliaan atau ketinggian derajat yang
harus dihormati oleh para malaikat sebagaimana diperintahkan Allah itu.
Dalam al-Qur’an tidak diterangkan
bahwa maksud penyebutan ruh itu dialirkannya kehidupan hewani dalam tubuh
manusia. Menurut pemahaman al-Qur’an, yang disebut manusia meliputi materi, ruh
dan fitrah yang terpadu antara manusia iman kepada Allah dan penyerahan diri
pada-Nya serta ketinggian akhlaq, dan antara perjalanan ke bumi sampai
tertariknya menikmati kenikmatan hewani. Maksudnya, manusia mempunyai kebutuhan
hidup jasmaniah seperti halnya hewan, yang dibedakan oleh adanya fitrah
tersebut. Berdasarkan keterangan ini, lebih tampak kontradiksi antara teori
al-Qur’an dengan teori Darwin (Yahudi) yang mengatakan bahwa semua teori
tentang kejadian manusia tidak ada yang menyebutkan adanya fitrah. Dan
penafsiran aliran materialisme yang mengatakan bahwa kecenderungan etika bukan
fitrah manusia, akan tetapi tumbuh mengikuti pertumbuhan ekonomi, sosial, dan
materi di mana manusia itu berada. Jadi, etika merupakan sesuatu yang datang
dari luar dirinya yang dibebankan kepadanya.
Kontradiksi antara al-Qur’an dan
materialisme ini tidaklah terlalu aneh lantaran penafsiran-penafsiran hewani
tentang manusia itu sendiri. Rupanya, pendapat tersebut banyak dipengaruhi oleh
teori evolusi Darwin yang banyak mempengaruhi aliran-aliran di Eropa pada abad
sembilan belas sampai dengan permulaan abad dua puluh. Aliran tersebut pada
hakekatnya justru merenggut manusia dari harkat kemanusiannya dan
menjebloskannya ke derajat hewani.
Pandangan Ilmu Pengetahuan tentang Materi (Asal Kejadian) Manusia
Pandangan Ilmu Pengetahuan tentang Materi (Asal Kejadian) Manusia
Al-Qur’an menjelaskan kepada kita
tentang materi asal kejadian Adam dan keturunannya. "(Ingatlah) ketika
Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia
dari tanah’." Qs. 38 : 71
Berdasarkan keterangan ayat ini tanah
adalah merupakan asal kejadian manusia. Dan andaikan tanah itu sudah berubah
melalui proses sehingga menjadi manusia, sebagaimana telah diketahui bahwa yang
dimaksud adalah debu yang bercampur dengan air (lumpur). Allah berfirman,
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan (Adam) dari tanah liat kering
dari lumpur hitam yang diberi bentuk." Qs. 15 : 26
Yang dimaksud dengan Hamaun Masnun
ialah tanah hitam yang sudah berubah baunya. Al-Baidhawy dalam tafsirnya
mengatakan, "Yang dimaksud ‘Al-Hamau ‘l-Masnun’ adalah tanah yang
berubah kehitaman akibat dilalui aliran air dalam jangka waktu yang panjang."
Al-Qur’an menjelaskan bahwa penciptaan
manusia berasal dari tanah dan air. Adapun penciptaan manusia dari tanah itu
merupakan sesuatu yang didukung oleh kenyataan dan diakui ilmu pengetahuan.
Kalau anda mengambil bagian atau potongan tubuh manusia, kemudian diteliti
menurut proses penelitian laboratorium, maka akan anda dapatkan bahwa potongan
tubuh manusia tersebut terdiri dari unsur-unsur yang di antaranya adalah debu
atau tanah. Oleh karena itu, jika manusia mati, maka tubuhnya akan melebur
menjadi tanah.
Adapun masalah air, para sarjana
biologi berkeyakinan bahwa awal kehidupan dimulai pada air yang manis, walaupun
segolongan kecil dari mereka menentang pendapat ini. Memang, kehidupan tidak
hanya dimulai pada air saja, tetapi walaupun tidak secara detail ilmiah, bisa
kita katakan bahwa kehidupan itu tidak bisa sama sekali meninggalkan unsur air.
Sebab, semua bentuk kehidupan bisa berlangsung berkat adanya protoplasma dan
persenyawaan semangat hidup di dalamnya. Para ahli ilmu tumbuh-tumbuhan
memberikan pengertian bahwa protoplasma adalah asas bagi kehidupan. Jadi,
kehidupan dan air dalam pertumbuhannya adalah persenyawaan yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Maka benarlah firman Allah, "….Dan dari pada
air, Kami jadikan sesuatu yang hidup… Qs. 21 : 30
Ajaran Menjauhi Keburukan
Ajaran Menjauhi Keburukan
Dalam kisah ini al-Qur’an menceritakan
tentang permusuhan Iblis terhadap Adam. Syaithan membujuknya dan melakukan
tipudaya agar Adam mau makan buah dari sebatang pohon yang dilarang Allah
mendekatinya. Adam terperdaya dengan bujuk rayu syaithan dan hingga akhirnya
melanggar larangan Allah dan mengakibatkan dikeluarkan dari surga sebagai
imbalan atas kemaksiatannya. Permusuhan Iblis tidak hanya berhenti sampai Adam,
bahkan berlanjut sampai kepada keturunannya hingga Hari Kiamat nanti. Allah
berfirman, "Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh
syaithan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga."
Qs. al-A’raaf : 27
Sudah kita terangkan di atas bahwa
Allah meniupkan ruh kepada Adam, dan seluruh manusia adalah keturunannya.
Karenanya tipu daya syaithan yang senantiasa menjauhkan manusia dari sifat yang
terpuji atau menjerumuskan ke jurang keburukan. Dari sebab ini timbul
pertentangan antara kebaikan dan keburukan pada diri manusia yang merupakan
cobaan dan ujian. Apabila manusia berjihad melawan hawa nafsu dan menang, maka
dia akan mendapatkan keberuntungan berupa nikmat dan ridha Allah. Dan
sebaliknya, jika ia bisa dikuasai hawa nafsunya, menuruti tipu daya syaithan
yang menjerumuskan ke dalam jurang kebathilan itu, akibatnya ia menjadi orang
yang merugi.
Dalam pembahasan ini lebih baik
kiranya jika kita bicarakan tentang syaithan, gangguannya dan pengaruhnya
terhadap manusia agar para pembaca menjauhi dan berjihad melawan nafsunya,
sehingga mampu mencapai ketinggian ruhaniah untuk kebahagiaan dunia dan
akhiratnya.
Tabiat Iblis dan syaithan: Iblis
adalah nenek moyang syaithan. Iblis dan keturunannya adalah jin yang maksiat
(durhaka). ".…(Sujudlah mereka) kecuali Iblis. Dia adalah golongan Jin,
maka ia mendurhakai perintah Tuhannya." Qs. 18 : 50
Jin adalah satu jenis makhluk halus
(ruh) yang berakal dan berkemauan. Mereka adalah mukallafunseperti
manusia. Hanya saja, mereka tidak hidup di alam nyata seperti manusia. Mereka
tidak bisa dijangkau oleh panca indra. Tabiat dan bentuknya tidak bisa dilihat
hakekatnya. Allah berfirman, "Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya
melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka."
Qs. al-A’raaf : 27
Qs. al-A’raaf : 27
Dan jin itu diciptakan dari api.
"Dan Kami telah menciptakan Jin sebelum (Adam) dari api yang sangat
panas."Qs. 15 : 27
Dan Iblis berkata kepada Tuhannya: "Engkau ciptakan aku dari api."
Qs. al-A’raaf : 12
Dan Iblis berkata kepada Tuhannya: "Engkau ciptakan aku dari api."
Qs. al-A’raaf : 12
Jin itu menjadi beberapa golongan, di
antara mereka ada yang berbuat kebaikan dan ada pula yang sesat dan membuat
kerusakan. "Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh
dan di antara kami ada pula yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh
jalan yang berbeda-beda."
Qs. 72 : 11
Qs. 72 : 11
Syaithan adalah musuh manusia: Iblis
dan sekutunya, yakni syaithan adalah musuh-musuh manusia yang senantiasa
menanamkan ajakan-ajakan buruk dan bathil ke dalam diri manusia. "….Dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan karena sesungguhnya syaithan
itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh
kamu berbuat jahat dan keji dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kamu
ketahui." Qs. al-Baqarah : 168-169
Allah telah membebaskan syaithan untuk
menggoda manusia. Syaithan itu selalu menghiasi manusia dengan keburukan dan
memperdayakannya dengan kemungkaran, baik manusia itu sebagai Nabi atau
lainnya. Allah berfirman, "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap
Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin,
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang
indah-indah untuk menipu manusia." Qs. al-An’am : 112
Diriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa
ia bersabda, "Tak seorangpun di antara kamu yang tidak digoda oleh
golongan Jin yang senantiasa menyertaimu. Para sahabat bertanya, ‘Adapun engkau
bagaimana hai Rasul?’ Beliau menjawab, ‘Saya pun demikian pula, hanya Allah
selalu melindungiku sehingga aku terbebas, Allah tidak menyuruhku kecuali yang
baik." HR. Muslim
Syaithan adalah sumber kejahatan dalam
wujudnya, di samping sebagai pengajak kejahatan dan kerusakan di bumi.
Karenanya syaithan adalah pengisi setiap orang yang berjiwa kosong dan
menyelewengkannya kepada kecenderungan nafsu seksual, menjatuhkan martabat,
menanamkan sifat memperbudak dan kecenderungan melakukan kerusakan. Dia jugalah
yang melontarkan permusuhan dan kemarahan di antara manusia, antara seseorang
dengan saudaranya, antara suami dan istri, antara golongan ummat dengan
jama’ahnya. Allah berfirman, "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku,
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang telah baik (benar). Sesungguhnya
syaithan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka." Qs. 17 : 5
Syaithan tidak kuasa menggoda orang Mu’min
Syaithan tidak kuasa menggoda orang Mu’min
Hati adalah nur (cahaya), jika jiwa
itu telah matang. Dan menerangi hati dapat menghapus dan melenyapkan
godaan-godaan syaithan. Allah berfirman, "Apabila kamu membaca
al-Qur’an hendaklah kamu hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari
syaithan yang terkutuk. Sesungguhnya syaithan itu tidak ada kekuasaannya atas
orang-orang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya."
Qs. 16 : 98-99
"….Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman."
Qs. al-a’raaf : 27
Qs. 16 : 98-99
"….Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman."
Qs. al-a’raaf : 27
Tidak ada senjata yang paling ampuh
untuk mengusir syaithan selain mengingat Allah dan berhati-hati dalam
bertindak, baik di tengah-tengah orang lain maupun sendirian karena
ketakutannya kepada Allah. Dzikir kepada Allah itu dapat menjernihkan hati dan
menanamkan rasa cinta terhadap kebenaran dan berbuat kebaikan. Di samping itu
dapat melemahkan kecenderungan ke arah kebathilan dan keburukan, sehingga
syaithan tidak menemukan jalan untuk memasukinya. "Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaithan, mereka
ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya."
Qs. al-A’raaf : 201
Artinya, sesungguhnya orang-orang yang
bertakwa apabila digoda syaithan untuk berbuat maksiat, mereka sadar bahwa
syaithan itu musuhnya. Ingat akan siksa Allah bagi orang yang mengikuti
syaithan, dan banyaknya pahala Allah bagi orang yang taat kepada-Nya, mereka
itulah yang bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan, antara haq dan
bathil. Karenanya mereka menjauhi syaithan dan godaannya.
Perlu dicatat, bahwa syaithan tidak
akan mengganggu manusia kecuali jika manusia tidak berdzikir kepada Allah.
Dalam hal ini, Allah berfirman, "Barang siapa berpaling dari pengajaran
Tuhan Yang Maha Pemurah (al-Qur’an), Kami adakan baginya syaithan (yang
menyesatkan) maka syaithan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya."
Qs. 43 : 36
Maksudnya, sesungguhnya orang yang
lalai berdzikir kepada Allah memudahkan syaithan untuk mendekatinya.
Sebaliknya, orang yang selalu ingat (dzikir) kepada Allah maka syaithan akan
menjauhinya. Ringkasnya, di alam ghaib ada makhluk halus yang bernama syaithan.
Panca indra kita tidak dapat mengetahuinya walaupun dapat berhubungan dan
mempengaruhi jiwa kita ke arah kejahatan yang diistilahkan oleh Allah dalam
al-Qur’an dengan kata-kata was-wasan, nazghan dan massan. Kita
merasakan adanya pengaruh ini namun tidak tahu dari mana sumber datangnya
pengaruh itu. Pengaruh syaithan pada ruh (jiwa) itu tak ubahnya seperti bakteri
dalam tubuh. Bakteri cepat sekali memasuki bagian-bagian tubuh yang lemah dan
menyerangnya. Untuk menaggulangi serangan bakteri itu harus dilakukan terapi
medis tertentu. Demikian halnya dengan menaggulangi pengaruhnya dengan memperkokoh
kekuatan ruhani. Maksudnya, ruhani diisi dengan iman, ketakwaan, munajat dan
keikhlasan beribadah kepada-Nya, serta meninggalkan segala bentuk keburukan,
baik yang tampak maupun yang tersembunyi, sehingga kebaikan, benci terhadap
kebathilan bisa tertanam dalam jiwa. Dengan kondisi ruhaniah demikian, tentunya
akan bisa mengatasi pengaruh-pengaruh syaithan berupa kejahatan dan kebathilan.
Taubat dapat mengusir syaithan, dengan
taubat yang sebenar-benarnya maka kebaikan akan dapat mengalahkan keburukan.
Dan pada saat kebaikan dapat mengalahkan keburukan itu, berarti syaithan mundur
teratur tunduk kepada manusia yang mendapat petunjuk Allah. Karenanya, jika
kita tergelincir ke dalam kemaksiatan, ingatlah teladan yang telah dilakukan
oleh nenek moyang kita, Adam, yang melakukan taubat dan berusaha mengisi
kehidupan dengan kesucian dan keutamaan. Dengan demikian kita akan terbebas
dari cengkeraman pengaruh dan godaan syaithan.
"Dan jika kamu ditimpa sesuatu
godaan syaithan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Pendengar lagi Maha Mengetahui."
Qs. al-A’raaf : 200
Qs. al-A’raaf : 200
Kisah Qabil dan Habil
Qabil dan Habil, keduanya adalah putra
Adam as. Al-Qur’an mengisahkan keduanya agar menjadi i’tibar dan hikmah
orang-orang mu’min.
Qabil adalah seorang yang bermental
buruk, selalu melakukan keburukan, dosa, tamak dan menentang kebenaran. Habil
adalah saudaranya, seorang yang saleh, taqwa dan selalu berbuat kebenaran. Di
antara keduanya sering timbul perselisihan. Habil selalu mempertahankan
kebenaran, sedang Qabil selalu menentangnya. Perselisihan antara keduanya
sering terjadi hingga akhirnya sampai ke suatu titik kritis, yakni peristiwa
pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil terhadap adiknya, Habil. Di antara sebab
perselisihan mereka ada dua pendapat:
Pertama,
Habil adalah seorang peternak yang mempunyai ternak kambing, sedangkan Qabil
adalah seorang petani yang memiliki tanaman pertanian. Masing-masing melakukan
kurban dengan mengeluarkan harta yang dimiliki mereka masing-masing. Habil
memilih seekor domba yang paling baik untuk dijadikan kurban, sedangkan Qabil
memilih gandum yang terburuk dari hasil pertaniannya untuk berkurban. Kemudian
keduanya menyerahkan harta kurban masing-masing kepada Allah. Tiba-tiba
turunlah api dari langit yang membakar kurban Habil dan membiarkan kurban
Qabil. Setelah Qabil mengetahui Allah menerima kurban saudaranya dan tidak
menerima harta kurbannya, timbullah rasa dengki yang kemudian membunuh adik
kandungnya itu.
Kedua,
dikisahkan bahwa Nabi Adam as mempunyai anak yang masing-masing dilahirkan oleh
istrinya kembar dua, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Yang pertama, Qabil
dengan saudari kembarnya perempuan, yang kedua Habil dengan saudari kembarnya.
Adam ingin menjodohkan masing-masing anaknya secara bersilang. Qabil dengan
saudari kembar Habil, dan Habil dengan saudari kembar Qabil. Kebetulan, saudari
kembar Qabil adalah wanita cantik sehingga ketika Adam akan mengawinkannya
dengan Habil, Qabil menolak dan menantang ayahnya dan berkata, ‘Saya lebih
berhak memperistri saudari kembarku, sedangkan Habil lebih berhak memperistri
saudari kembarnya. Bukanlah hal yang bersilang ini tidak lain hanyalah
pendapatmu belaka!" Kemudian Adam memerintahkan kedua anak
laki-lakinya melakukan kurban. Barang siapa yang kurbannya diterima akan
dijodohkan dengan anak yang cantik (saudari kembar Qabil) itu. Ternyata, yang
diterima Allah adalah qurban Habil. Turunlah api dari langit menyambar dan
menelan kurban Habil, dan akhirnya timbullah rasa dengki terhadap adiknya, yang
kemudian terjadi pembunuhan.
"Ceritakanlah kepada mereka
kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika
keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka
berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil),
‘Aku pasti membunuhmu.’ Berkata Habil, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima
(kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan
tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan
tanganku kepadamu untuk membunuhmu, aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian
alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali (membawa) dosa (membunuh)ku dan
dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan demikian itulah
pembalasan bagi orang-orang zhalim.’ Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya
menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah. Maka jadilah ia
seorang di antara orang-orang yang merugi." Qs. al-Maidah : 27-30
Perkataan takwa yang diucapkan Habil
ketika berdialog dengan Qabil, sebenarnya sangat tepat untuk mengingatkan
dirinya atau Qabil yang ingin melakukan kejahatan itu. Namun, Qabil bukanlah
ahli takwa. Karenanya, Allah tidak menerima kurbannya karena kedengkian yang
meliputi hatinya memuncak dan menimbulkan suatu keinginan keras untuk membunuh
adiknya. Kemudian kita berdalih kepada firman Allah yang mengisahkan ucapan
saudara teraniaya (Habil) ketika mengatakan, ‘Sesungguhnya kalau kamu
menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan
menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah
Tuhan seru sekalian alam.’
Dari sini kita tahu kemuliaan
mentalitas Habil yang penuh takwa dan kebaikan. Mental Habil untuk menolak
untuk membalas kejahatan yang akan dilakukan kepadanya, karena pembunuhan
benar-benar tidak cocok dengan sifat mentalnya. Ia benar-benar takut kepada
Allah Rabbu’l-Alamin. Barang siapa takut kepada Allah tidak akan berbuat zhalim
terhadap seseorang. Rasa takut kepada Allah merupakan benteng yang kuat untuk
mencegah perbuatan salah dan dosa di dunia ini. Karenanya, jika para pendidik
dan penegak kebenaran mengerti tentang fungsi takwa ini, tentu mereka akan
beramal dan takut bermaksiat kepada Allah, dan akan tercapailah masyarakat yang
kokoh, kuat dan penuh kedamaian.
Tetapi, Qabil yang dapat dikuasai oleh
cengkeraman kemaksiatan, rapuhlah perrtahanan dirinya terhadap gelora nafsu
jahatnya. "Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah
membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara
orang-orang yang rugi." (Qs.5:30)
Pertentangan sengit itu, hakekatnya
tidak terjadi pada diri Qabil dan Habil. Tetapi pertentangan sengit yang
sebenarnya terjadi antara Qabil dan hawa nafsunya, atau antara Qabil dengan
kemauan jahatnya. Dalam keadaan demikian, mestinya Qabil harus bertahan
mengekang keliaran nafsunya untuk meloloskan diri dari cengkeraman nafsu jahat
itu. Namun, Qabil itu lemah dalam menghadapi kelemahan dirinya dan keliaran
nafsunya, sehingga ia dapat dijerumuskan nafsu jahatnya untuk membunuh
saudaranya. Demikian itulah jenis dengki yang amat ganas. Hasad, adalah
perbuatan dosa kepada Allah yang pertama terjadi di langit dan bumi. Di langit,
perbuatan hasad dilakukan oleh Qabil terhadap Habil.
Pelajaran dari Burung Gagak
Pelajaran dari Burung Gagak
Setelah Qabil membunuh saudaranya ia
mendiamkan begitu saja mayat adiknya karena tidak mengerti apa yang harus
dilakukan. Kemudian Allah mengutus dua ekor burung gagak, keduanya berkelahi
hingga akhirnya terbunuhlah salah satu di antaranya. Gagak yang masih hidup
kemudian melobangi tanah dengan paruh dan kakinya. Setelah selesai,
dilemparkannya gagak yang sudah mati itu ke dalam lobang dan ditimbun dengan
tanah. Ketika Qabil melihat gagak mengubur seekor gagak yang dibunuhnya,
tersentuhlah hatinya. Ia tidak merasa lega hatinya kalau dirinya kalah dengan
seekor gagak dalam masalah kebaikan. Maka, dikuburkanlah saudaranya ke dalam
tanah kemudian ia menyesali perbuatannya seraya berkata, ‘Kenapa diriku ini
hanya memiliki lebih sedikit penghormatan kepada yang lain dibandingkan dengan
seekor gagak.’
Inilah maksud
dari firman Allah tersebut berikut ini, "Kemudian Allah menyuruh seekor
burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil)
bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil, ‘Aduhai
celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku
dapat menguburkan mayat saudaraku ini?’ Karena itu jadilah ia seorang di antara
orang-orang yang menyesal." Qs. al-Maidah : 31
0 komentar:
Posting Komentar